Suasana Batin
oleh ; Febri Satria Yazid
Menyamankan suasana batin adalah sangat penting ,batin yang tenang adalah hal yang
menankjubkan . Bayangkan ketika batin tidak tenang, penuh pikiran dan
berkeliaran dapat berdampak pada diri kita dan pada titik tertentu dapat masuk
dalam suasana batin neqatif. Lantas hal apa yang dapat menenangkan diri kita ?
Jawabnya adalah kebaikan , kebaikan dapat menenangkan segalanya dan dalam
ketenangan itu kita terbebas dari tirani pikiran dan rasa sakit. Keadaan batin
kita merebaki apapun obyek yang sedang kita hadiri dengan sifat yang sesuai
dengan keadaan batin. Ciri napas merupakan cerminan yang bagus dari batin. Jika
kita tegang, nafas ikut tegang. Jika kita marah, napas sangat dangkal dan cepat.
Begitu kita mencapai napas yang menyenangkan, merupakan indikator bahwa kita
telah berada di jalur kita dan kita menjadi tenteram, batin tidak lagi dipenuhi
dengan rasa kengerian, lalu kita mengalami waktu yang palng indah dalam hidup kita
( Ajahn Brahm ).
Kita sudah uraian bagaimana pentingnya menjaga dan mengawal batin karena
batin dapat merebaki apapun obyek sementara bisa jadi kita masih binggung apa
sebetulnya batin itu ? . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , Batin adalah sesuatu
yg terdapat di dalam hati; sesuatu yg
menyangkut jiwa (perasaan hati dan seb), menceritakan apa yg terasa di
dalamnya, sesuatu yg tersembunyi (gaib,
tidak kelihatan), sukar mengetahui (mengukur).
Batin terdapat di dalam hati, lalu akan muncul pertanaan selanjutnya ;
apa itu hati ?. Dalam konteks spiritual , menurut kamus besar bahasa Indonesia
hati adalah sesuatu yang ada di dalam
tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat
menyimpan pengertian (perasaan dan sebagainya). Dan diyakini pada tiap individu
terdapat hati nurani yaitu hati yang telah mendapat cahaya Ilahi , perasaan
hati yang murni dan yang sedalam-dalamnya yang berisi kebaikan. Dalam hadits
Nu`man bin Basyir bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ
مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ
فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ
الْقَلْبُ
"Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal
daging. Jika segumpal daging itu baik, maka seluruh tubuh juga baik. Jika
segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah, segumpal daging
itu adalah hati". (HR Muslim, no. 1599. Hadits ini juga diriwayatkan oleh
al-Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasâ`i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan
ad-Darimi, dengan lafazh yang berbeda-beda namun maknanya sama. Hadits ini
dimuat oleh Imam an-Nawawi dalam Arba’in an-Nawawiyah, hadits no. 6, dan
Riyadhush-Shalihin, no. 588)
Dipahami sebagai sesuatu yang tak dapat dilihat secara visual (intangible)
atau lebih dekat dengan kata jiwa. Boleh jadi , segumpal daging itu merupakan ungkapan sebuah metafora
(majazi) bukan ungkapan sesungguhnya (haqiqi). Pemahaman ini selaras dengan
ungkapan "Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat" (Mens
sana in corpore sano, Latin). Dari sini kita dapat melihat bahwa 'hati' bermakna
ambigu. Karena dapat dimaknai secara benda fisik, dapat pula dimaknai secara
abstrak.
Terlepas dari makna yang ambigu, yang terpenting kita pahami bagaimana
mekanisme dalam diri kita dalam proses mencapai ketenangan batin, dapat jalani
kehidupan dengan suasana batin yang nyaman. Sangat sedikit orang yang bisa
membuat batin mereka hening dan tentram, jadilah salah satu dari yang
segelintir itu . (FSY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar