Rabu, 25 April 2018

Setia dan Khianat


SETIA DAN KHIANAT
Oleh Febri Satria Yazid *pemerhati sosial

          Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, setia adalah berpegang teguh pada janji, pendirian , ,patuh, taat, tetap teguh hati.
Sedangkan Khianat menurut kamus besar Bahasa Indonesia  adalahpebuatan tidak setia, tipu daya, perbuatan yang tidak sesuai dengan janji.
          Di dalam Al-Quran surat Al-anfaal ayat 27-28 Allah swt berfirman ‘ Hai orang-orang yang beriman ,janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasulullah , Janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,sedang kamu mengetahuinya’.
Rasulullah Shallallahu’alaihi waalihi wassalam bersabda ( diriwayatkan oleh Ubadah bin ash-Shamit RA), ‘Jamin untukku enam perkara , maka aku akan menjamin untuk kalian surga’
 , yaitu ;
1.    Berbicaralah dengan jujur
2.    Tepatilah janjimu
3.    Tunaikanlah amanatmu
4.    Tundukanlah pandanganmu
5.    Peliharalah kemaluanmu
6.    Peliharalah tangan(tindakan)-mu


KHIANAT
Sepanjang seseorang tidak melenceng dari ketentuan dan syariat yang ditetapkan oleh Allah swt, maka sesungguhnya tidaklah terjadi suatu tindakan pengkhianatan
Begitu tingginya kedudukan dan nilai sebuah kesetiaan di dalam kehidupan sehingga setia mutlak dimiliki oleh setiap manusia. Nilai sebuah kesetiaan mengandung unsur yang mendasari kekuatan jiwa manusia untuk sepenuhnya mengabdi kepada Allah swt.. Sadar bahwa semua dari Allah swt,untuk Allah dan kembali kepada Allah , maka pantaslah orang tersebut dikatakan memiliki kesetiaan yang tinggi.
          Dalam keseharian makna setia dan khianat yang sering kita dengar lebih didasari oleh sudut pandang seseorang , sehingga dengan mudah menghakimi seseorang pengkhianat jika seseorang melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan yang mereka mau, sebaliknya akan mengelu-elukan seseorang sebagai seorang pahlawan apabila keinginan dan kepentingan mereka dipenuhi  atau dilakukan oleh seseorang. , karenanya boleh jadi orang yang sama oleh satu kelompok dinilai sebagai pengkhianat tapi bagi kelompok lain orang tersebut dinilai sangat setia bahkan layak dinobatkan sebagai seorang pahlawan,.
          Saatnya kita dudukan persoalan setia dan khianat ini pada lintasan yang benar,bahwa perselingkuhan, tidak sholat dan tindakan lain yang keluar dari aturan main yang ditetapkan oleh Allah itulah sesungguhnya tindakan yang tidak taat,munafik, tidak setia, dan khianat.
          Terkadang dalam kehidupan, manusia berani untuk membuat aturan , berani menghujat sesame atas suatu tindakan yang dilakukan buruk menurut kacamata manusia dan kepentingan sesaat yang mereka rasakan telah merugikan dirinya atau bahkan mereka hanya ingin berkomentar sinis dan mengunjingkan sesame yang menurut mereka tidak  berperilaku baik, menebar fitnah , menghasut karena rasa iri dan dengki yang telah membungkus qalbu mereka, seakan tidak percaya pada qadha dan qadar kehidupan.Karenanya kita perlu meluruskan makna dan pemahaman tentang khianat dan kesetiaan yang sesungguhnya sesuai berdasarkan beberapa pemahaman berikut ;
  1. Perbuatan jahat yg (bertujuan) menganiaya atau mendatangkan kecelakaan pd orang lain, tipu daya, perbuatan belot atau tidak setia (kepada negeri, bangsa, dll): orang yg berbuat ~ itu adalah orang yg sangat hina;
2. Bertujuanmenganiaya atau mencelakakan  orang lain, yangmembelot kepada negara: perbuatan orang-orang yg melakukan (perbuatan) khianat
3.Khianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau mangkir atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah berkhianat akan dibenci orang disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercaya lagi untuk mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari.
Kesetiaan
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS.37 : 102) Peristiwa ini mengandung pelajaran yang begitu berharga karena disaat yang sama kita mengenang peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim As dan keluarganya yakni Istri tercinta Siti Hajar dan Putra Kesayangannya Nabi Ismail As. Momentum ini sesungguhnya bukan momentum biasa tetapi syarat akan makna yang begitu mendalam sekaligus membuktikan sejauh mana kesetiaan mereka (Ibrahim As dan keluarganya kepada Allah Swt serta kesetiaan diantara mereka yang terikat dalam satu keluarga).
Jika kita kaitkan dengan keimanan kita kepada Allah tentu artinya sama dengan ke-Taqwaan. Bahwa arti Taqwa bukan hanya sekedar menjalankan perintah dan menjauhi segala larangannya akan tetapi lebih dari itu semua bahwa Taqwa merupakan manifestasi dari amal soleh yang kita lakukan setiap harinya. Jika kesetiaan kita kaitkan dengan kehidupan keluarga, tentu ini berarti bahwa masing-masing anggota keluarga siap untuk menerima kondisi apapun yang terjadi serta berupaya untuk mempertahankan keutuhan dalam keluarga tersebut.
Kesetiaan Nabi Ibrahim terhadap Allah mendapat ujian yang sangat luar biasa dan mungkin sebagian kita menganggap sangat tidak lazim untuk dilakukan. Akan tetapi nabi Ibrahim membuktikan kesetiaannya itu kepada Allah dengan mendatangi putranya Ismail dan menyampaikan mimpinya itu. Dan peristiwa ini kembali diabadikan Allah dalam Al Qur’an Surah Ash Shaaffaat ayat 102. Ketika Nabi Ibrahim lulus dalam ujian kesetiaannya ini maka beberapa tahun kemudian ia diberikan penghargaan oleh Allah berupa anak kedua yakni Nabi Ishaq As dan juga semua Nabi setelah Nabi Ibrahim As adalah keturunan dari beliau. Maka kita sering mendengar istilah bahwa Nabi Ibrahim adalah Bapaknya para Nabi. Spirit kesetiaan yang ketiga adalah yang ditampilkan oleh Nabi Ismail As. Beliau merupakan putra si mata wayang Nabi Ibrahim. Dari kecil ia memang menjalani hidup penuh dengan perjuangan dan kesusahan, namun tidak sedikitpun ia mengeluh dan protes terhadap kehidupannya yang kurang beruntung.
Untuk kaum Ibu, tirulah Siti Hajar yang begitu setia kepada Allah dan suami tercintanya. Untuk kaum Bapak, tirulah Nabi Ibrahim As yang memiliki kesetiaan luar biasa terhadap istri dan anaknya tetapi tidak mengalahkan kesetiaannya kepada Allah Swt. Untuk generasi muda, tirulah Nabi Ismail As yang begitu sabar, setia dan sayang kepada kedua orang tuanya. Kehidupan kecilnya yang penuh dengan kesulitan, tidak membuat kesetiaannya luntur kepada Allah Swt.
(FSY)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar