Rabu, 07 Juni 2023

Nakhoda

 

Nakhoda

Oleh ; Febri Satria Yazid

·         Pemerhati sosial

 

            Nakhoda merupakan pemimpin di atas kapal yang bertanggung jawab penuh atas keselamatan kapal, penumpang, dan barang muatan selama proses pelayaran dari pelabuhan pemuatan sampai di pelabuhan tujuan. Agar tanggung jawab tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan maksimal, maka Nakhoda mesti diberi otoritas penuh dalam melaksanakan tugas tersebut. Nakhoda dalam menjalankan kepemimpinannya akan menjadi contoh atau panutan bagi ABK ( Anak Buah Kapal ). Segala tingkah laku dan sikap yang dilakukan oleh Nakhoda menjadi tolak ukur bagi ABK karena ABK akan melihat dan menilai gerak - gerik, cara memimpin dan cara Nakhoda menyelesaikan permasalahan di atas kapal. Selain ABK pada kapal juga terdapat Mualim III yang merupakan  seorang pelaut bertugas sebagai pengatur, memeriksa, memelihara semua alat-alat keselamatan kapal dan juga bertugas sebagai pengatur arah navigasi, yang bertanggung jawab kepada nakhoda.

            Peran awak  kapal yang terdiri dari Nakhoda , Mualim III  dan ABK yang terdapat pada sebuah kapal, sering dijadikan analogi pada  kehidupan rumah tangga.  Nakhoda sering digunakan sebagai analogi  bagi suami yang bertindak sebagai pemimpin, imam , kepala rumah tangga. Demikian juga Mualim III yang mempunyai banyak peran dan keleluasaan  diibaratkan sebagai istri dalam kehidupan berumahtangga yang bertanggungjawab atas anak-anak ( diibaratkan sebagai ABK).

            Bangsa perempuan itu kuat. Lihat saja dalam permainan catur , ‘Queen’ itu jauh lebih sakti dibandingkan dengan ‘King’. Queen bisa bergerak lincah kemana-mana, mempunyai daya jelajah dan paling serius dalam mengancam lawan. Jangan coba-coba kehilangan Queen di tengah permainan catur, daya serang akan menjadi lemah dan sungguh menyesakkan bila dalam permainan catur kehilangan Queen. ‘King’ meski bergerak selangkah-selangkah dalam permainan catur, tetapi begitu Raja nya mati, maka permainan selesai sudah. Perempuan berhak mandiri, mendapatkan kesempatan di ranah publik untuk berprestasi. Perempuan juga harus mandiri secara ekonomi. Namun, kemandirian perempuan ini semestinya juga diimbangi dengan keharmonisan di rumah tangga. Perempuan dan laki-laki, dalam rumah tangga, perlu lebih bijak menyikapi kemandirian perempuan. Bagaimanapun dalam rumah tangga, hanya diperlukan satu nakhoda. Meski bukan berarti satu pihak tunduk kepada pihak lainnya, tanpa saling membebaskan dan memberikan dukungan mengembangkan potensi diri.  Kemandirian perempuan secara ekonomi , mesti disikapi dengan bijak , tidak lantas merusak keharmonisan , karena tidak sedikit perempuan yang secara ekonomi mandiri, namun relasi dengan suami kurang harmonis, karena laki-laki  menjadi tidak nyaman jika kemandirian ini menjadikan minimnya penghormatan terhadap suami sebagai nakhoda dalam rumah tangga, malah jadi pesaing nakhoda dalam rumah tangga. Karena rumah tangga tidak boleh memiliki dua nakhoda, jika tidak menghendaki kapal rumah tangga karam di tengah pusaran gelombang kehidupan. Apalagi dalam masyarakat kita  yang menganut sistem patriarki (serapan dari bahasa Latin: patriarchia) adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Seyogianya perempuan berkualitas yang dapat menjadikan pertahanan dan daya serang lebih kuat dalam menerjang badai ( seperti peran Queen dalam permainan catur ) memberi dukungan kepada  nakhoda  saat  mengendalikan kapal menuju pelabuhan / dermaga dalam mengantarkan anak-anak meraih kemandirian hidup dan menjaga keharmonisan keluarga.

             Dalam ajaran agama Islam kita memahami derajat suami lebih tinggi daripada istri dalam kepemimpinan rumah tangga. Dalam surat An-Nisa’ ayat 34 Allah SWT berfirman bahwa  Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz  yaitu  yang meninggi, menonjol, durhaka, menentang, atau bertindak kasar. di antara suami dan istri atau perubahan sikap suami atau istri, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar”.

            Alquran menetapkan suami lebih wajar memimpin dalam rumah tangga karena dua hal. Pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ), Prof. M. Quraish Shihab mengatakan dalam bukunya Islam yang Disalahpahami, pertama, karena suami berkewajiban membayar mahar atau mas kawin saat pernikahan. Ia juga berkewajiban menyiapkan kebutuhan hidup sang istri dan anak-anaknya. Kedua, suami memiliki kemampuan dalam memimpin secara teratur dan berkesinambungan. Beberapa ilmuwan menyebut, lelaki memiliki emosi yang lebih stabil dan dapat lebih sabar menghadapi lawan jenisnya dibandingkan perempuan. Namun, perlu digarisbawahi, tugas kepemimpinan itu baru wajar diperoleh suami apabila dia mampu melaksanakan tugas-tugasnya terhadap keluarga sebagaimana yang disebutkan dua hal tadi. Di sisi lain, perlu diingat, Islam menuntun pasangan suami-istri selalu bermusyawarah dalam kehidupan rumah tangga. Ini mencerminkan musyawarah tersebut dilakukan bukan bersifat sewenang-wenang atau memaksa istri melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama atau mencabut hak-hak pribadi dari sang istri. Misal, menyangkut kepercayaan atau harta benda.

            Sang Maha Pencipta  telah menciptakan khalifah dibumi, laki-laki dan perempuan menurut kodrat, indra dan akal yang berbeda-beda serta mempunyai ketetapan syariat untuk masing-masingnya. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Najm ayat 45, “Dan bahwasanya Dialah (Allah) yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan”.  Ilmu dalam pernikahan adalah harus memaknai dan memahami satu sama lainnya. Dalam penilaian hal bersifat teknis, Laki-laki diibaratkan seperti obat nyamuk yang putarannya ke dalam, penjelasannya adalah laki-laki menyelesaikan masalah dengan logika. Berbeda dengan perempuan yang diibaratkan sebagai obat nyamuk putarannya keluar, yang menyelesaikan masalah dengan perasaan atau hati.  Jika dalam ilmu psikologi perbedaan laki-laki dan perempuan sangat terlihat jelas, karena keduanya memiliki sesuatu yang unik. Maka, itulah Allah telah menciptakan keduanya berpasang-pasangan. Perbedaan dalam ilmu psikologi antara keduanya (laki-laki dan perempuan) adalah Kepercayaan diri, Cara pandang, Emosi, Ketepatan waktu, Perilaku, Daya ingat, Pengendalian diri, Intelegensi Quote, Hasrat (hawa nafsu), dan Komunikasi.

            Jika dalam suatu pernikahan pasangan suami istri mau melakukan literasi atau kemelekan kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, maka, kedua insan (laki-laki dan perempuan) akan saling mengetahui bagaimana cara menghadapi masalah mereka dengan baik dan benar.  Dengan demikian keharmonisan yang diidam-idamkan manusia dalam menjalani kehidupan berumah tangga akan dapat diraih dan dirasakan.(fsy)

 

2 komentar: