Selasa, 20 Juni 2023

Berdusta

 

Berdusta

Oleh ; Febri Satria Yazid

·         Pemerhati sosial

             Menurut kamus besar bahasa Indonesia , berdusta adalah /ber·dus·ta/ v berkata tidak benar; berbohong.  Tentu ada hal yang mendasari atau menjadi alasan bagi seseorang untuk berdusta. Manusia merupakan makhluk sosial yang kompleks dan unik , karenanya  sangat menarik untuk diperhatikan tingkah lakunya dalam berinteraksi dengan sesama, salah satunya hal-hal yang mendasari manusia untuk berdusta .  Manusia berdusta atas berbagai alasan yang kompleks, banyak hal yang mendasari seseorang melakukan perbuatan dusta ,  antara lain bertujuan untuk melindungi diri dari konsekuensi yang mungkin timbul akibat tindakan atau kesalahan yang mereka lakukan, bisa jadi karena  takut dihukum, kehilangan reputasi di mata kerabatnya, atau merusak hubungan dengan orang lain. Selain untuk melindungi diri , berdusta dilakukan manusia terhadap sesama disebabkan oleh keinginan untuk meraup keuntungan pribadi atau untuk mencapai tujuan tertentu. Mereka mungkin menginginkan kekayaan, kekuasaan, atau pengakuan yang tidak dapat mereka per oleh dengan jujur, sehingga yang bersangkutan merasa perlu melakukan tipu-tipu untuk memuluskan jalan mencapai atau meraih kekayaan dan kekuasaan itu dengan cara apa pun.

             Selain itu manusia kadang-kadang berdusta untuk mempertahankan hubungan sosial dengan orang lain. Mereka mungkin takut bahwa kejujuran akan merusak hubungan, sehingga mereka memilih untuk menyembunyikan kebenaran atau memberikan informasi yang salah, meski tindakan tersebut dapat berdampak hilangnya kepercayaan dari orang yang dia dustai karena melanggar komitmen yang telah disepakati sebelumnya.

            Berdusta juga bisa dilakukan oleh karena adanya perasaan inferioritas  yaitu  perasaan yang berasal dari kekurangan diri (Nugrahaningtyas, 2014). Supraktinya (1993) mengemukakan inferioritas adalah perasaan yang timbul akibat lemahnya kondisi psikologis dan sosial yang dirasakan secara pribadi atau perasaan yang timbul karena kelemahan yang dimiliki atau cacat tubuh yang ada. Mereka berdusta karena mereka merasa tidak aman dengan diri mereka sendiri atau merasa bahwa kebenaran tentang diri mereka tidak cukup baik. Dengan berdusta, mereka berharap untuk menciptakan citra yang lebih baik atau lebih sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat, untuk menutupi rasa rendah diri dari orang lain. Kondisi seperti ini yang justru dapat mengembangkan rasa rendah diri dan inferior dalam diri individu, lalu mendorong dirinya untuk berdusta untuk menutupi kekurangan dirinya. Cara utama yang harus dilakukan untuk mengatasi inferioritas agar tidak berlanjut dengan tindakan berdusta  adalah dengan berhenti melihat perjalanan atau kehidupan kita sebagai perlombaan, membandingkan pencapaiannya yang belum sebaik teman, saudara atau tetangga mereka. Jadilah diri sendiri yang dapat menghargai pencapaian yang telah diraih, pasang “kaca mata” kuda yang fokus pada diri sendiri. Dengan demikian sikap ini dapat mencegah diri untuk melakukan tindakan dusta.

            Manusia bisa juga berdusta dengan tujuan untuk melindungi orang lain. Terkadang, orang berdusta dengan niat baik untuk melindungi perasaan atau kepentingan orang lain. Mereka mungkin berpikir bahwa kebenaran akan menyakiti atau merugikan orang yang mereka sayangi, sehingga mereka memilih untuk berdusta agar tidak menyebabkan rasa sakit atau kerugian. Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita mendengar istilah “kebohongan putih” / white lie yang  merupakan tindakan menyampaikan pernyataan palsu dengan maksud / niat  untuk mencegah perasaan seseorang terluka. Jenis kebohongan ini sering kali dianggap sebagai kebohongan kecil yang tidak berbahaya dengan alasan “demi kebaikan”. Hal ini sesuai dengan tuntunan yang diberikan Rasulullah SAW bahwa "kedustaan itu tidak halal kecuali pada tiga hal; seorang suami yang berbicara terhadap istrinya agar dia ridha padanya, kedustaan pada peperangan, dan kedustaan yang dilakukan dalam rangka untuk mendamaikan (sesama) manusia." (HR Tirmidzi)

            Jika dalam masyarakat kita temukan seseorang berbohong tanpa disebabkan oleh uraian salah satu uraian di atas, bisa jadi yang bersangkutan mengalami apa yang secara medis disebut mythomania atau kebohongan patologis merupakan masalah yang membuat seseorang melakukan kebohongan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini berbeda dengan berbohong biasa yang memiliki tujuan khusus.  Pengidap mythomania biasanya berbohong tanpa disertai tujuan khusus untuk menutupi kesalahan, memutar balikkan fakta atau penyebab lainnya, tetapi merupakan satu jenis gangguan mental yang memerlukan tindakan medis.  Penderita  mythomania melontarkan kebohongan, tapi tidak memiliki keuntungan, cerita yang diutarakan biasanya dramatis, pelik dan sangat detail, menjadi tokoh utama penyelamat atau korban, mempercayai bahwa cerita mereka benar-benar terjadi.  Kebohongan tersebut disampaikan berkali-kali dan terus-menerus.

            Penting untuk diingat bahwa kejujuran adalah nilai penting dalam hubungan dan masyarakat. Kebenaran membantu membangun kepercayaan dan menghargai integritas individu, sementara kebohongan cenderung memperburuk situasi jangka panjang dan merusak hubungan yang ada. Dalam banyak kasus, kebohongan / dusta bisa menjadi kebiasaan yang sulit diubah karena mungkin memberikan manfaat sementara atau menghindarkan dari masalah sementara. Pada beberapa kondisi mungkin dalam diri kita atau kita pernah mendengar orang lain membahas tentang kesuksesan, keberhasilan atau kondisi lain yang berakhir dengan membandingkan entah diri sendiri maupun orang lain. Hasil dari perbandingan ini kadang bisa meningkatkan semangat untuk menjadi lebih baik lagi. Namun demikian, ada saat dimana dorongan dan motivasi ini berbanding terbalik dan justru menjadikan orang  berdusta untuk  menyamai orang yang menjadi tolok ukur tersebut.(fsy)

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar