Kepala, Leher
Dan Emansipasi
Oleh ; Febri
Satria Yazid
·
Pemerhati
sosial
Mumpung
masih berada di bulan April, bulan dimana Bangsa Indonesia memperingati Hari
Kartini setiap tanggal 21 April dengan ketokohan Raden Ajeng Kartini sebagai
pelopor emansipasi wanita di Indonesia . Ada beberapa polemik tentang ketokohan
ini, ada suara-suara yang mempertanyakan dan membandingkan peran antara RA
Kartini dengan Tjut Nyak Dien, Rasuna Said dan Dewi Sartika misalnya dalam memperjuagkan
emansipasi wanita. Kita lupakan polemic itu dan focus kepada makna dari
emansipasi itu sendiri.
Emansipasi
menurut kamus besar Bahasa Indonesia
adalah pembebasan dari perbudakan; persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria ). Persamaan hak
dan persamaan gender begitu mengemuka, sesuai dengan perkembangan zaman , dan
dalam kenyataan saat ini kita menyaksikan wanita telah berhasil pula menduduki posisi – posisi penting yang selama
ini hanya dapat dijabat oleh pria. Emansipasi ini tidak dapat lagi membendung
kebangkitan wanita dalam memperjuangkan hak dan perannya dalam berkehidupan dan
terindikasi kebablasan , tidak dapat lagi membuat garis tegas antara emansipasi
dan kodartnya sebagai wanita.
Agar
berada pada porsi yang pas dalam
memaknai dan menerapkan emansipasi ini , kita perlu menyimak beberapa ungkapan tentang porsi yang “pas” ;Kita bisa berlari dengan sepatu
itu,karena pas. Baju ini kumal,kusut dan bolong ,tapi senang dipakai karena pas.
Bantal dan guling sering kita rindukan karena pas. Lelah dan letih tidak jadi
soal karena pas . Seragam ini ada karena pas. Kacamata ini tebal tapi nyaman
untuk melihat jelas karena pas. Pas itu nyaman , damai, sejuk dan lembut
,membuat kita tenang, jadi pas. Tentu ada aturan main yang mesti kita taati
dalam mengkalibrasi nilai-nilai emansipasi wanita ini agar tidak over dan
menjadi kehilangan makna.
Dalam
wawancara Iwet (Herword Indonesia) bertema ‘ Kekuatan Doa dan Memaafkan dengan
Najwa,Najelaa dan Fatmawaty Shihab yang
dipublikasikan di youtube tanggal 14 April 2020 , Najwa Shihab dan membicarakan tentang emansipasi wanita, karena
seperti yang kita ketahui Najwa Shihab adalah salah satu wanita karier di
Indonesia yang telah berkiprah lama di media masa sebagai wartawan dan
presenter. Ada satu pernyataan yang pas
dilontarkan Najwa tentang peran laki-laki dan wanita , diibaratkan sebagai
suatu tubuh manusia, maka laki-laki adalah kepala ( sesuai dengan tuntunan agama Islam bahwa
laki-laki adalah pemimpin atau kepala
dalam keluarga ) dan wanita adalah leher yang berperan turut menentukan ke arah
mana kepala mau dipalingkan. Analogikan yang pas, dengan demikian jelas
garis antara antara emansipasi dengan kodrat sebagai wanita.
Bersinerginya
‘kepala dan leher’ dalam suatu system pengambilan keputusan dari persoalan
kehidupan dengan menempatkan kesetaraan gender pada porsi yang pas, akan
menghasilan penyelesaian terbaik dengan
tetap berpegang pada kodrat masing-masing.
Kodrat
adalah kekuasaan Tuhan, dimana manusia tidak akan mampu menentang atas dirinya sebagai makhluk hidup. Perbedaan nyata antara laki-laki dan wanita terletak di organ dan fungsi reproduksi. Tentu
saja ada hal lainnya, namun semuanya bersifat biologis Hal seperti ini lah yang
disebut sebagai sesuatu yang kodrati karena semua wanita di dunia ini memiliki
organ reproduksi. Saat seorang bayi
terlahir yang paling pertama disebutkan adalah jenis kelaminnya, laki-laki atau
wanita . Inilah awal manusia dilekatkan berbagai label dan harapan-harapan
sesuai dengan jenis kelaminnya oleh masyarakat. Secara tidak sadar kita
kemudian dibedakan secara sosial dan budaya ke dalam kotak-kotak berdasarkan
jenis kelamin. Pengotakan ini yang kemudian berlanjut dan pada akhirnya
merugikan wanita dalam mengambil peran sosial dan budaya di tengah masyarakat
yang kemudian menjadi gerakan menuntut persamaan gender dalam bentuk emansipasi
wanita. Dunia ini terlalu sederhana untuk dibuat kotak-kotak yang mengakibatkan
sebagian manusia mengalami penindasan karena ketidakadilan. Dunia yang beragam
dan begitu kompleks menguji kita apakah mampu melihat dan memperlakukan manusia
sebagai manusia. Tetaplah berkiprah wanita Indonesia , berjuang turut serta memajukan kehidupan sosial dan
budaya di berbagai sektor kehidupan dalam
emansipasi yang pas tanpa kehilangan kodrat sebagai wanita. Tegakkan ‘leher’
agar ‘kepala’ tak kehilangan arah dalam memandang sisi-sisi yang baik menuju
keselamatan hidup di dunia dan akhirat kelak. ( FSY )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar