Sikap dan Perilaku
Oleh ; Febri Satria Yazid
*pemerhati sosial
Pagi ini selepas sahur, saya membaca kutipan buku Peluk karya Nazrul Anwar; ‘kadang ,perasaan dan pikiran kita habis terbuang untuk sesuatu yang hanya perlu kita terima, karena kita juga tidak bisa apa-apa untuk merubahnya’. Kutipan yang mempunyai makna yang sangat dalam yang erat kaitannya dengan kapasitas dan kapabilitas yang meski kita miliki tetapi jika tidak punya otoritas karena berada di luar lingkaran kekuasaan misalnya, hasil pemikiran kita akan sia-sia akan dibuang ke tempat sampah oleh mereka yang kita beri masukan.
Saya jadi ingat peristiwa yang terjadi di Perusahaan di tempat saya bekerja 23 tahun silam, saat awal era reformasi, era dimana semua orang atau kelompok merasa berhak untuk bersuara, mengkritisi keadaan, merasa mampu untuk melakukan perubahan untuk kemajuan perusahaan , mengkritik habis jajaran direksi bahkan dengan semangat mengebu-gebu merasa mampu untuk mengambil alih kekuasaan atau setidaknya mendesak jajaran direksi mundur melalui demo berjilit-jilit dengan menyampaikan sederet hasil pemikiran dalam mengelola perusahaan dengan keyakinan akan menjadikan perusahaan jadi baik dan karyawan akan sejahtera. Lalu pihak manajemen atas dasar kekuasaan dan otoritas yang dimiliki, melalukan perlawanan dengan berbagai ancaman yang membuat sebagian ciut dan sebagian lagi tetap maju tak gentar.
Banyak peristiwa kehidupan yang dialami manusia berujung konflik karena ketidak mampuan masing-masing pihak menempatkan diri dengan baik dan benar serta kehilangan keobyektifan dalam mendudukan suatu perkara. Seperti contoh kasus adanya ketidakpuasan dalam hubungan kerja di suatu perusahaan sudah diatur tata cara penyelesainnya melalui undang-undang. Berdasarkan pasal 3 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2004, perundingan bipartit adalah perundingan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja / serikat buruh atau antara serikat pekerja / serikat buruh dan serikat pekerja / serikat buruh yang lain dalam satu perusahaan yang berselisih.Jika kedua belah pihak memahami hak dan kewajiban , memahami mana yang menjadi wilayah masing-masing pihak, niscaya perselisihan dapat dengan cepat dan tepat dapat diselesaikan tanpa berlarut-larut atau melalui unjuk rasa berkepanjangan.
Pertanyaannya kenapa begitu sulit dalam mencapai titik temu jika benar masing-masing berpikir untuk kebaikan dan kemajuan dalam menyelesaikan suatu pertikaian? Memang tidak semua orang mampu melakukan hal- hal besar, namun semua orang mampu melakukaan hal- hal kecil dangan cinta yang besar, sehingga cinta yang besar bisa menempati hal- hal yang besar. hidup akan gelap jika tanpa tujuan yang murni, tujuan tidak akan pernah tercapai jika tanpa ilmu, ilmu bisa menjadikan manusia sombong jika tidak disertai niat yang baik. Terjawab sudah pertanyaan di atas bahwa persoalannya ada pada ‘niat’. Terpenjara oleh diri sendiri,atau kelompok yang menyebabkan manusia kehilangan kompromi atas setiap keadaan yang dialami,lalu bertindak ke arah penyelamatan diri masing-masing , itulah yang menyebabkan gagalnya suatu perundingan memperoleh titik temu.Adanya ‘skin encaplusated ego’ yaitu memanfaatkan orang lain atau lingkungan untuk kepentingan sendiri tanpa memperdulikan orang lain apalagi generasi mendatang, melahirkan sikap enggan untuk mengidentifikasi diri terhadap perbuatan-perbuatan yang kurang tepat.
Kata kunci dari sulitnya memperoleh penyelesaian dari setiap perselisihan adalah sikap dan perilaku individu .Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sikap adalah segala perbuatan dan tindakan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan yang dimiliki. Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap segala sesuatu, bisa berupa objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap mempunyai tiga komponen utama, yaitu kesadaran, perasaan, dan perilaku. Sikap adalah sesuatu yang dipelajari, sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi, serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap adalah pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Sikap merupakan pandangan terhadap sesuatu secara kualitatif
Perilaku manusia diyakini dipengaruhi oleh sistem endokrin dan sistem saraf. Paling umum diyakini bahwa kompleksitas dalam perilaku suatu organisme berkorelasi dengan kompleksitas sistem sarafnya. Secara umum, organisme dengan sistem saraf yang lebih kompleks memiliki kapasitas lebih besar untuk mempelajari respons baru dan dengan demikian menyesuaikan perilakunya. Perilaku adalah sebuah tindalkan yang bisa dilihat secara kuantitatif, seberapa sering dilakukannya suatu tindakan oleh individu.
Agar sikap dan perilaku baik dapat melekat pada masing-masing individu, maka pendidkan tentang hal ini mesti dilakukan sejak usia dini, agar dalam kehidupan mereka setelah dewasa kelak, pengendalian diri agar tidak mementingkan diri dan tidak peduli pada sesama dapat dicegah dan itu sama artinya dengan mencegah terjadinya konflik dalam interaksi kehidupan. (fsy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar