‘Spesial’
Melalui Kemalangan Diri
Oleh ; Febri
Satria Yazid
*pemerhati sosial
Memahami
sepenuhnya perasaan orang yang sedang mengalami penderitaan adalah sesuatu yang
tidak bisa dilakukan siapapun, karenanya sering sekali kita mendengar “ kau tidak mengerti perasaanku” , ketika kita
mencoba berempati atau bersimpati dan memberikan solusi ketika dia merasa
sakit, terluka ,menderita batin akibat kekecewaan yang dalam,mengungkapkan
perasaan inferior ( rendah diri ).
Alfred
Adler seorang psikolog menyatakan bahwa “ dalam kebudayaan kita, kelemahan bisa
menjadi senjata yang sangat kuat dan ampuh “. Melalui kemalangan yang dialami
seseorang memanfaatkan agar dirinya memperoleh sesuatu yang spesial dari keluarga , teman atau orang yang berada
di sekitar dirinya.
Teman
saya yang sedang menderita sakit, setiap awal bulan selalu menyapa
sahabat-sahabatnya dengan menyampaikan kemalangan terkininya yang
ditargetkannya dapat menggugah emosi sahabatnya untuk kemudian menempatkan
dirinya memperoleh perhatian spesial dan dibalik itu kemudian memperoleh ‘sesuatu’
yang dapat menolongnya dari kemalangan yang dia derita.
Banyak
lagi kemalangan-kemalangan baik yang terjadi dari penampilan fisik atau dari faktor
pendidikan , yang dijadikan sebagai suatu cara untuk memperoleh perlakuan
spesial.
Yang
lebih tragis adalah seseorang yang tidak bisa menerima ketidak becusan dirinya
,lalu bersikap superior . Sering kita melihat seseorang yang memamerkan
hubungan baiknya dengan orang orang berpengaruh, dengan pejabat misalnya , berfoto lalu memajangnya di media sosial
lalu membuat cerita , kenal baik, teman dekat saya, adik kelas saya, tetangga
,sekampung dan lain sebagainya. Dia ingin mengumumkan bahwa dia spesial. Atau ketika
sedang diskusi atau debat seseorang menyatakan ‘ saya
diam bukan berarti tidak paham , tapi malas untuk
membahas persoalan ini ’ , perilaku ini yang dikenal sebagai perasaan superior buatan
.
Pada
diri orang yang inferior dan superior buatan sedang mengalami kondisi ada yang
hilang dari dirinya . Cara yang paling tepat dan sehat adalah berupaya mengisinya
lewat kerja keras dan pengembangan diri, menjadi diri sendiri
Perasaan
inferior yang sehat tidak timbul dari membandingkan diri sendiri dengan orang
lain, akan lebih tepat membandingkan diri dengan keadaan diri yang ideal ( menilai diri dengan obyektif ). Kata
kuncinya adalah kita setara tapi tidak sama, setiap orang berbeda dalam
pengetahuan , pengalaman dan tanggungjawab yang bisa diambil.
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah dengan
(mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah
hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS: An Nisa:1). Dari firman Allah SWT jelas bahwa hidup bukanlah persaingan
Teruslah melangkah maju tanpa bersaing , membandingkan diri dan mengubar
kemalangan untuk memperoleh perlakuan spesial. (FSY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar