Rabu, 20 Februari 2019




Primodialisme
Oleh Febri Satria Yazid
*Pemerhati sosial
          Primordil atau Primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Primordialisme adalah perasaan kesukuan yang berlebihan.
          Pandangan atau paham ini memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil ,mengenai tradisi,adat istiadat,kepercayaan maupun segala sesuatu yang ada dari lingkungan pertamanya. Kuatnya ikatan primodial dalam masyarakat Indonesia dapat dilihat dengan adanya sentimen ke daerahan , sentimen kesukuan yang masih tinggi di dalam kehidupan bermasyarakat.
          Sesuatu yang berlebihan tentu akan berdampak hilangnya makna dari ikatan rasa kesukuan tersebut,karenanya diperlukan pengendalian diri agar diperoleh ikatan proporsional ,yang pas dan menghasilkan hal-hal positif yang memberi manfaat bagi ikatan kesukuan tersebut dengan tidak jadi ‘benalu’ bagi lingkungan.
          Ikatan primodial bersifat primitive, tidak ada kebebasan dan pertimbangan akal sehat disana ,maka dengan mudah dapat berubah menjadi agresif ,namun demikian primodial merupakan faktor penting untuk memperkuat ikatan suatu golongan atau kelompok kebudayaan yang berdampak positif dalam meneguhkan rasa cinta kepada suku bangsa , menumbuhkan loyalitas , melahirkan semangat patriotisme , dan pelestarian budaya jika masyarakat  dari suku tersebut tidak terjebak dalam fanatisme dangkal yang dapat menghambat hubungan antar suku bangsa  dan terjadinya diskriminasi serta sikap menggunakan kebudayaan sendiri , menganggap cara hidup suku bangsanya yang paling baik.
          Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi. Orang Jawa kebanyakan berkumpul di pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di Nusantara , bahkan bermigrasi ke luar negeri seperti ke Malaysia dan Suriname. Suku Sunda, Suku Batak, dan Suku Madura adalah kelompok terbesar berikutnya di negara ini. Suku Minang yang terkenal sebagai suku yang suka merantau ,tersebar di dalam negeri maupun luar negeri ,di rantau mereka membangun ikatan kesukuan bahkan ikatan kesukuan yang lebih spesifik yaitu sub etnik berupa ikatan dari berbagai daerah dalam Propinsi Sumatera Barat dan dari suku-suku yang ada di Minang seperti Ikatan Keluarga Piliang yang merupakan salah satu suku yang ada di  ranah Minang .
          Banyak suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan Papua, memiliki populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang. Sebagian besar bahasa daerah masuk dalam golongan rumpun bahasa Austronesia, meskipun demikian sejumlah besar suku di Papua tergolong dalam rumpun bahasa Papua atau Melanesia.
          Ikatan seseorang pada kelompok yang pertama dengan segala nilai yang diperolehnya melalui sosialisasi akan berperan dalam membentuk sikap primordial. Di satu sisi, sikap primordial memiliki fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain sikap ini dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya. Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu:
1. etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain,
 2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain.
          Tidak selamanya primordial merupakan tindakan salah, tetapi bisa saja dinilai sebagai sesuatu yang mesti dipertahankan, bahkan bagi Negara Indonesia keberagaman budaya ini dapat memberikan pemasukan devisa Negara dari sektor wisata. Demikian juga apabila kita hidup berdampingan dan berinterkasi dengan beberapa suku dari berbagai daerah, apabila kita mampu bersikap etnosentris fleksibel  dan saling menghargai budaya masing-masing suku / daerah, maka akan terjadi interaksii positif ,dapat bertoleransi dan saling mengisi yang pada akhirnya menguatkan budaya masing-masing daerah atau suku.
          Mereka yang memandang budaya suku atau daerahnya lebih baik dari suku lainnya, memberi celah bagi terjadinya perpecahan dari salah satu aspek unsur SARA yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin memecah kesatuan dan persatuan bangsa atau ingin memanfaatkan fanatisme kesukuan ini untuk kepentingan dirinya sendiri,karenanya masing-masing individu sebaiknya mewaspadai upaya-upaya tersebut dengan tetap berpegang teguh kepada pendirian  bahwa ikatan kesukuan tersebut lebih ditujukan kepada  pelestarian nilai budaya. (FSY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar