Primodialisme
Oleh Febri
Satria Yazid
*Pemerhati
sosial
Primordil
atau Primordialisme
berasal dari kata bahasa Latin
primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau
ikatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Primordialisme adalah perasaan
kesukuan yang berlebihan.
Pandangan atau paham ini memegang
teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil ,mengenai tradisi,adat
istiadat,kepercayaan maupun segala sesuatu yang ada dari lingkungan pertamanya.
Kuatnya ikatan primodial dalam masyarakat Indonesia dapat dilihat dengan adanya
sentimen ke daerahan , sentimen kesukuan yang masih tinggi di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sesuatu yang berlebihan tentu akan
berdampak hilangnya makna dari ikatan rasa kesukuan tersebut,karenanya
diperlukan pengendalian diri agar diperoleh ikatan proporsional ,yang pas dan
menghasilkan hal-hal positif yang memberi manfaat bagi ikatan kesukuan tersebut
dengan tidak jadi ‘benalu’ bagi lingkungan.
Ikatan primodial bersifat primitive,
tidak ada kebebasan dan pertimbangan akal sehat disana ,maka dengan mudah dapat
berubah menjadi agresif ,namun demikian primodial merupakan faktor penting
untuk memperkuat ikatan suatu golongan atau kelompok kebudayaan yang berdampak
positif dalam meneguhkan rasa cinta kepada suku bangsa , menumbuhkan loyalitas
, melahirkan semangat patriotisme , dan pelestarian budaya jika masyarakat dari suku tersebut tidak terjebak dalam
fanatisme dangkal yang dapat menghambat hubungan antar suku bangsa dan terjadinya diskriminasi serta sikap
menggunakan kebudayaan sendiri , menganggap cara hidup suku bangsanya yang
paling baik.
Suku
Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah
mencapai 41% dari total populasi. Orang Jawa kebanyakan berkumpul di pulau
Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan
tersebar ke berbagai pulau di Nusantara , bahkan bermigrasi ke luar
negeri seperti ke Malaysia dan Suriname. Suku
Sunda, Suku
Batak, dan Suku
Madura adalah kelompok terbesar berikutnya di negara ini. Suku
Minang yang terkenal sebagai suku yang suka merantau ,tersebar di dalam negeri
maupun luar negeri ,di rantau mereka membangun ikatan kesukuan bahkan ikatan
kesukuan yang lebih spesifik yaitu sub etnik berupa ikatan dari berbagai daerah
dalam Propinsi Sumatera Barat dan dari suku-suku yang ada di Minang seperti
Ikatan Keluarga Piliang yang merupakan salah satu suku yang ada di ranah Minang .
Banyak
suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan
Papua,
memiliki populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang. Sebagian besar
bahasa daerah masuk dalam golongan rumpun bahasa Austronesia,
meskipun demikian sejumlah besar suku di Papua tergolong dalam rumpun bahasa
Papua atau Melanesia.
Ikatan seseorang pada kelompok yang
pertama dengan segala nilai yang diperolehnya melalui sosialisasi akan berperan dalam membentuk sikap
primordial. Di satu sisi, sikap primordial memiliki fungsi untuk melestarikan
budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain sikap ini dapat membuat individu atau
kelompok memiliki sikap etnosentrisme,
yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya
orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain dari kacamata
budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak
kecil sudah menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah susah untuk berubah dan
cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya.
Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu:
1.
etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif
dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain,
2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap
yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut
pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain.
Tidak selamanya primordial merupakan
tindakan salah, tetapi bisa saja dinilai sebagai sesuatu yang mesti
dipertahankan, bahkan bagi Negara Indonesia keberagaman budaya ini dapat
memberikan pemasukan devisa Negara dari sektor wisata. Demikian juga apabila
kita hidup berdampingan dan berinterkasi dengan beberapa suku dari berbagai
daerah, apabila kita mampu bersikap etnosentris fleksibel dan saling menghargai budaya masing-masing
suku / daerah, maka akan terjadi interaksii positif ,dapat bertoleransi dan
saling mengisi yang pada akhirnya menguatkan budaya masing-masing daerah atau
suku.
Mereka yang memandang budaya suku atau
daerahnya lebih baik dari suku lainnya, memberi celah bagi terjadinya
perpecahan dari salah satu aspek unsur SARA yang dapat dimanfaatkan oleh
pihak-pihak tertentu yang ingin memecah kesatuan dan persatuan bangsa atau
ingin memanfaatkan fanatisme kesukuan ini untuk kepentingan dirinya
sendiri,karenanya masing-masing individu sebaiknya mewaspadai upaya-upaya
tersebut dengan tetap berpegang teguh kepada pendirian bahwa ikatan kesukuan tersebut lebih ditujukan
kepada pelestarian nilai budaya. (FSY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar