Senin, 23 Desember 2019

Perasaan Sosial


PERASAAN SOSIAL
Oleh ; Febri Satria Yazid
*pemerhati sosial

                Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata perasaan memiliki beberapa definisi. Kata ini pertama digunakan dalam bahasa Inggris untuk menjelaskan sensasi fisik sentuhan melalui pengalaman atau persepsi. Kata ini juga digunakan untuk menjelaskan sensasi fisik jauh dari sentuhan seperti perasaan kehangatan.
Perasaan juga dikenal sebagai keadaan sadar, seperti yang dihasilkan dari emosi, sentimen atau keinginan. Perasaan dapat diartikan berbeda dengan emosi dalam pengerti emosi bersifat universal. Sementara perasaan adalah respon yang dipelajari tentang sebuah keadaan emosi di lingkungan atau kebudayaan tertentu. Perasaan dapat didefinisikan sesuatu hal yang terjadi pada benak manusia karena lingkungan dan pikirannya.
Kata sosial  berkenaan dengan masyarakat yang mempunyai rasa kesosialan sifat-sifat kemasyarakatan (sifat suka memperhatikan umum, suka menolong, dan sebagainya).
Apabila kata perasaan dan sosial berada dalam satu kesatuan kalimat menjadi perasaan sosial, merupakan rasa yang mempunyai makna kesadaran memiliki tempat berlindung . Menurut Adler , semua persoalan adalah tentang hubungan interpersonal yang menjadi sumber kebahagiaan  dan ketidak bahagiaan.
Perasaan sosial merupakan ketertarikan sosial yang berarti ketertarikan kepada masyarakat.  Masyarakat merupakan gabungan dari unit terkecil  terdiri dari   ‘ kau dan aku ‘ sebagai titik awal yang menentukan awal untuk beralih dari melekat pada diri sendiri    (kepentingan diri sendiri) menjadi peduli kepada orang lain  atau sesama ( kepentingan sosial)
Kesensitivan kita akan takut tidak diakuinya di lingkungan merupakan bentuk keterkungkungan kita pada ruang lingkup yang itu-itu saja, kepada hal – hal yang selama ini sudah menjadi bagian kehidupan yang monoton. Lebih dari itu, dijelaskan bahwa kekosongan itu sendiri merupakan salah satu bentuk individu tidak mampu menjalankan tanggung jawab sosialnya dan lebih terpaku kepada hal yang menyangkut kepentingan pribadi / egois
Pada dasarnya menaruh kepercayaan kepada orang lain erat kaitannya dengan memandang mereka sebagai kawan seperjuaangan  yang dapat menumbuhkan rasa keyakinan seseorang bisa memperoleh rasa memiliki yang menyatakan  ‘ aku nyaman  disini ‘ . Tidak ada rasa curiga , ketakutan ,dimanfaatkan atau adanya  tindakan  pembunuhan karakter dengan cara membangun opini neqatif  di tengah interaksi antar personal dalam suatu lingkungan masyarakat atau komunitas. Tanpa kepercayaan tersebut , maka pikiran akan didominasi oleh rasa curiga dan resistensi yang tinggi , lalu membuat kelompok-kelompok kecil yang diyakini loyalitas dan kesetiakawanan sosialnya tidak terelakan .
 Untuk menjadi manusia yang berguna,ketika ada permasalahan kecil, kita datang sebagai pemecah masalah. Perasaan sosial bukanlah sesuatu yang bisa diraih hanya dengan penerimaan diri sendiri dan keyakinan pada diri orang lain . Di titik inilah konsep utama berkontribusi bagi orang lain menjadi sangat diperlukan dengan cara membantu dan menghasilkan atau saat mencapai sesuatu bersama dengan orang lain, atau untuk membantu sesuatu yang sukses. Pada saat kita memberi kontribusi artinya kita memberi sesuatu yang memiliki nilai bagi sesama. , sebagaimana Rasulullah SAW bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling  dapat memberi manfaat bagi orang lain dan pada hakekatnya jika manusia berbuat baik , sesungguhnya manusia berbuat baik bagi diri manusia itu sendiri (QS 17; 7).
“Barang siapa yang memudah kesulitan sesama dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah SWT akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang dalam kesulitan niscaya akan Allah SWT memudahkan baginya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim). Hadis di atas menegaskan  bahwa kebahagiaan tidak akan dapat diraih jika kita tidak dapat memainkan perasaan sosial ,membiarkan perasaan ‘kau dan aku’ terus berkembang menguasai diri ,yang pada akhirnya dapat merusak tujuan pencapaian yang telah berhasil dibangun dalam hubungan vertical kepada Yang Maha Berkuasa atas segala isi alam semesta.(FSY)













Kamis, 05 Desember 2019

Kebebasan Sejati


KEBEBASAN SEJATI
Oleh ; Febri Satria Yazid
*pemerhati sosial

          Kant tokoh dibidang Filosofi modern menyebutkan hasrat adalah kecenderungan diri. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia , hasrat/has·rat/  adalah  keinginan (harapan) yang kuat. Hasrat naluriah seseorang ditentukan oleh cara pandangnya terhadap kehidupan,sejauhmana hasratnya menguasai diri ,tidak diperbudak oleh hasrat dan dorongan qalbunya. Kita mampu mengendalikan diri ,melawan kecenderungan.
          Hasrat untuk diakui adalah hasrat alami. Pertanyaannya apakah kita mau untuk melakukan tindakan seperti benda  yang terus menggelinding turun karena faktor gravitasi demi menerima pengakuan dari orang lain?. Membawa diri sendiri agar tidak dibenci orang lain adalah cara hidup yang amat mengekang dan mustahil untuk dicapai .Sebaliknya ada harga yang harus dibayar , dibenci orang lain ketika seseorang ingin menggunakan kebebasannya dalam hubungan interpersonal , sebagai bukti bahwa kita sedang menggunakan kebebasan  dan menjalankan  hidup sesuai dengan prinsip-prinsip sendiri.
          Ketika kita mengkuatirkan pandangan orang kepada diri kita, kuatir dihakimi ,menyebabkan kita terus menerus mendambakan pengakuan dari orang lain dan menjaga komunikasi karena komunikasi sangat penting bagi semua aspek kehidupan manusia. Ketika kita sudah melakukan hal-hal tersebut dengan baik,maka kita sangat berharap lingkungan akan menyukai diri kita dan ketika hal tersebut tidak terjadi, maka kita lantas kecewa dan menyalahkan diri, saya mesti bersikap bagaimana lagi agar disukai. Padahal tidaklah perlu demikian ,kita sudah mempunyai job description masing-masing, bahwa kita telah berusaha melakukan hal terbaik yang sesuai dengan norma-norma kehidupan dan orang lain juga punya job description untuk melakukan penilaian terhadap tindakan yang kita lakukan.
          Mendambakan pengakuan untuk disukai oleh seluruh personal yang berinteraksi dengan kita adalah upaya sia-sia yang dapat  membuat diri frustrasi. Setiap kita tentu punya prinsip-prinsip yang dilandasi oleh sejauhmana pemahaman kita tentang suatu hal dan seperti kepercayaan yang kita anut mengatur tentang bagaimana menjaga hubungan baik dengan sesama dan konsekswensi yang bisa mempengaruhi hubungan kita secara vertical dengan Yang Serba Maha jika kita keliru dalam menyikapi dan menjaga hubungan baik dengan sesama.
Jadilah diri sendiri , tanpa harus ‘melacurkan diri’ atau jadi bunglon yang berubah setiap saat lalu menyatakan itu sebagai bagian dari proses adaptasi. Melakukan hubungan yang tanpa beban , rileks dan saling menghargai sesama dalam suatu himpunan kehidupan. Ada kesamaan pemikiran ,hobi dan lain sebagainya kita tempatkan dalam suatu irisan yang memperkuat hubungan sosial. Keberanian untuk bahagia juga mencakup keberanian untuk tidak disukai. Jika kita telah berhasil melakukan hal ini, ,maka seluruh hubungan interpersonal akan berubah menjadi sesuatu yang ringan dan itu berarti kita telah berhasil meraih kebebasan sejati. (FSY)

         

Jumat, 15 November 2019

Shaf Pertama


Shaf Pertama
Oleh ; Febri Satria Yazid
*pemerhati sosial
         
          Jam di Mesjid besar ini sudah menunjukkan jam 11.37 wib, waktu sholat Jum’at sudah masuk. Dibeberapa masjid sekitar sini khatib sudah naik mimbar dan adzan-pun dikumandangkan. Jamaah heran kenapa di masjid ini khatib belum juga naik mimbar, dan rasa heran itu-pun terjawab ketika pengurus DKM naik mimbar menyampaikan bahwa mohon waktu beberapa saat menunggu rombongan komisi I  DPR-RI. Pantas tempat duduk dua baris di depan mimbar dikosongkan, rupanya dipersiapkan untuk rombongan tersebut. Setelah sekitar 15 menit menanti rombongan yang tak kunjung muncul, entah apa yang terjadi tiba-tiba jamah maju mengisi tempat-tempat kosong yang disiapkan dan khatib segera naik mimbar.
          Dalam khotbahnya khatib menguraikan tentang tugas pokok manusia sesuai firman Allah SWT dalam surat Adh-Dhaariyat  ayat 56  bahwa  tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Minimal 17 x umat Islam mengucapkan hanya kepada-Mu kami mengabdi tidak ke yang lain, beribadah dengan keikhlasan semata-mata karena Allah tidak karena yang lain. Syarat lain diterimanya ibadah adalah ilmu agar ibadah tidak asal melakukan. Ibadah yang sah itu ketika memenuhi syarat dan rukun dan tidak ada yang membatalkan,maka ibadah itu sah secara hukum.
Nabi Muhammad SAW bersabda:“Seandainya mereka mengetahui keutamaan (pahala) yang diperoleh dalam shaf yang pertama, niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 721 dan Muslim 437). Karena dimaknai secara harfiah, orang hanya berfikiran tentang mengambil posisi shaf paling depan tanpa dapat memahami makna tersirat bahwa berada pada shaf paling depan itu artinya datang lebih awal ke masjid, menunjukkan niat yang lebih besar dalam beribadah, kemudian dia bisa memanfaatkan waktu luang sebelum waktu sholat masuk  untuk sholat sunah, berdzikir  atau mengaji dan kegiatan beribadah lainnya. Menempati shaf pertama juga menunjukkan ketaatan atas perintah merapikan shaf , mengisi tempat kosong sesuai dengan kedatangan. 
Kurang pemahaman manfaat sebenarnya dari shaf pertama. Orang yang datang terlambat, tidak seharusnya berada di tempat paling depan, biarpun dia seorang pejabat penting. Kalau tidak dapat tempat, sepantasnya dia sholat di belakang pada shaf yang masih tersedia,karena menempati shaf pertamapun tidak ada manfaatnya , malahan hanya mengganggu orang lain yang dia langkahi.
          Penjelasan khatib tentang pentingnya niat dalam beribadah bahwa  hanya kepada-Mu kami mengabdi tidak ke yang lain, ikhlas semata-mata karena Allah tidak karena yang lain dan disertai dengan ilmu dari setiap ibadah yang kita laksanakan tidak sekedar gugurnya kewajiban atau memburu nilai amalan yang hanya kita pahami secara harfiah seperti keutamaan berada pada shaf terdepan sehingga karena keberadaan kita sebagai pejabat lalu tetap mendapatkan tempat di shaf terdepan meski datang dipenghujung waktu dilaksanakannya sholat Jum’at tidak perlu lagi dilakukan. Bukankah yang menjadi ukuran derajat manusia disisi Allah SWT adalah ketaqwaannya ( surat Al-Hujurat – 13) bukan kedudukan atau hal lainnya.
          Dengan firmanNya dan melalui hadist Rasulullah SAW, manusia telah diberi pemahaman tentang tujuan ibadah dan bagaimana meraihnya dengan cara-cara yang benar tanpa merugikan sesama. Apalah ‘kata’ Allah SWT kalau  umatNya masih saja melakukan hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu seperti  menyediakan tempat pada shaf terdepan bagi mereka yang punya kedudukan ( pejabat ) meski yang bersangkutan datang terlambat bahkan sampai menggulur waktu khotbah hanya karena menunggu kedatangannya. (FSY).