PRASANGKA
Oleh ; Febri Satria Yazid*
Pemerhati sosial
‘
saat pikiran tidak tenang,noda batin bisa mempengaruhi kita ‘
Menurut KBBI , prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui
fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada
penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga
diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap
yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional[1]
John E. Farley mengklasifikasikan
prasangka ke dalam tiga kategori.[2]
- Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
- Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
- Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Apa yang
dianggap benar, apa yang disukai dan kecenderungan bertindak , tanpa didukung
oleh fakta yang relevan mengenai hal yang dipikirkan itulah yang memicu
lahirnya segala prasangka.
Lantas
bagaimana metoda yang tepat dan benar agar kita dapat menghalau segala
prasangka dan membiasakan diri mengambil keputusan setelah didukung oleh
fakta-fakta tentang objek yang dibahas.,
Ada beberapa kiat ;
1.
Ingat-ingat
kebaikan di masa lalu , misal pernah mengingatkan kita untuk tindakan keliru
yang kita lakukan karena pedulinya kepada kita
atau pernah melakukan pengorbanan baik moril maupun material.
2.
Kurangi interaksi dengan orang-orang berpikiran buruk yang
suka menebar keburukan dan aib orang lain
3.
Klarifikasi, jangan berprasangka, tanyakan langsung kepada yang
bersangkutan agar jelas dan didukung fakta.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa berburuk sangka
kepada orang lain adalah akhlak yang tercela dan dilarang dalam agama. Allah
berfirman:
“Jauhilah
kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa”
(QS. Al-Hujuraat: 12).
Jika telah kita pahami penjelasan di atas, ada beberapa prasangka ;
- Prasangka yang diharamkan kepada Allah dan kepada sesame manusia tanpa bukti atau pertanda yang nyata.
- Prasangka yang dibolehkan, kepada sesama manusia yang memang dikenal penuh keraguan, sering melakukan maksiat.
- Prasangka yang dianjurkan, kepada musuh dalam suatu pertarungan. Abu Hatim Al Busti menyatakan:
“orang yang memiliki permusuhan dan
pertarungan dengan seseorang dalam masalah agama atau masalah dunia, yang hal
tersebut mengancam keselamatan jiwanya, karena makar dari musuhnya. Maka ketika
itu dianjurkan berprasangka buruk terhadap tipu daya dan makar musuh.
Karena jika tidak, ia akan dikejutkan dengan tipu daya musuhnya sehingga bisa
binasa”
- Prasangka yang wajib, yang dibutuhkan dalam rangka kemaslahatan syariat.
Prasangka
identik dengan pemikiran buruk terhadap sesuatu atau seseorang sebelum
mengetahui kondisi yang sebenarnya. Dalam kehidupan sosial, sulit sekali bagi
manusia terlepas dari prasangka-prasangka. Ini bukan hanya merugikan orang
lain, tapi juga diri sendiri,mendatangkan dosa dan merusak hati.
Anas bin Malik RA berkata: Adapun Nabi SAW banyak membaca: “Wahai
Dzat yang membolak balikkan hati, teguhkanlah hatiku agar ia berada di atas
agamaMu.” Jelas bahwa manusia mempunyai potensi untuk mudah berubah, mudah
menduga-duga ,tidak istiqomah dalam putusan ,sehingga Rasulullah SAW sampai
berdoa seperti itu kepada Allah SWT.
Tentu munculnya prasangka tidak
terlepas dari cara berpikir seseorang. Menurut Khodijah dalam buku Psikologi
Belajar, secara sederhana, berfikir adalah memproses informasi secara mental
atau secara kognitif. Secara lebih formal, berfikir adalah penyusunan ulang
atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol
yang disimpan dalam long term memory. Jadi, berfikir adalah sebuah
representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item.Morgan, dkk., masih dalam
buku Khodijah “Psikologi Belajar” membagi dua jenis berfikir, yaitu berfikir
autistik dan berfikir langsung. Berfikir austik atau austic thinking yaitu
proses berfikir yang sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna yang
sangat pribadi, contohnya mimpi. Sedangkan berfikir langsung atau directed
thinking yaitu berfikir untuk memecahkan masalah. Selanjutnya, menurut Kartono
dalam buku “Psikologi Belajar” karangan Khadijah mengemukakan bahwa terdapat
enam pola berpikir, yaitu:
- Berpikir konkret, yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu, dan tempat tertentu.
- Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya
- Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir mengenai klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu
- Berpikir analogis, yaitu berpikir untuk mencari hubungan antarperistiwa atas dasar kemiripannya
- Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih kompleks disertai pembuktian-pembuktian
- Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali tidak logis.
Bisa
jadi akibat berpikir pendek inilah yang tanpa didukung fakta kebenaran dan tidak logis
terjadinya prasangka seseorang dalam menyikapi suatu kejadian atau suatu
bahasan masalah.
Pembentukan pendapat merupakan peletakan hubungan
antara dua atau lebih pengertian. Pendapat tersebut dapat dinyatakan
dalam bentuk kalimat dan agar terhindar
dari prasangka, maka pola piker pendek sebaiknya dihindari. Berpikirlah dengan
konkret, klasifikatoris, dan ilmiah , dengan demikian kita dapat terhindar dari
prasangka yang diharamkan ,
yaitu kepada Allah dan kepada sesama manusia tanpa bukti atau pertanda yang nyata.(FSY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar