Menangis
Oleh ; Febri Satria Yazid
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) menangis
adalah respons fisik akibat dari refleks ataupun dari gejolak emosi
yang dirasakan oleh seseorang.[1] Pada beberapa kasus menangis adalah
sinyal yang dikirimkan oleh seseorang pada orang lain untuk memberitahu bahwa
seseorang itu betul betul sedih atau tertekan.[1]
Lantas sinyal
apa yang hendak dikirim oleh anak-anak yang menangis. Jika anak-anak tersebut
belum bisa bicara mengatakan apa yang dia rasakan atau yang dia mau, orang tua
perlu aktif menelusuri apa yang dialami anaknya, bisa jadi anak haus, lapar,
atau buang air kecil/besar atau ada bagian tubuhnya yang tidak nyaman. Jika apa
yang jadi pemicu anak menangis dapat ditemukan oleh orang tua hingga anak
kembali nyaman, maka tangisan anak-pun akan berhenti.
Bagaimana
jika yang menangis itu anak-anak yang telah dapat berkomunikasi dengan baik
pada orang tuanya ? .Orangtua harus melakukan apa? Orang tua bisa katakan, “Adik, kalau kamu menangis Ayah/ Ibu
nggak bisa dengar kamu mau apa. Dulu waktu adik masih bayi karena
belum bisa bicara, wajar kalau signal ketidaknyamanan adik sampaikan lewat
tangisan” atau, “Ayo, stop dulu tangisannya, baru cerita apa yang bikin
perasaanmu tidak enak.”.
Tindakan yang
dilakukan orang tua dengan membujuk anak dengan cara langsung membelikan anak barang yang ia inginkan,
justru anak akan menyimpulkan bahwa menangis adalah senjata yang ampuh untuk
menarik perhatian orangtua dan mendapatkan apa yang ia mau. Agar anak tidak
binggung dalam menyikapi tindakan orang tua ataupun kakek – nenek atau saudara
lain yang ikut terlibat dalam pengasuhan anak, maka diperlukan kesepakatan
metoda yang hendak diterapkan agar anak dapat tumbuh dalam satu binaan yang
kelak akan berdampak pada kepribadiannya setelah nanti dewasa dan menghindari
konflik saling menyalahkan antar para pengasuh anak dengan orang tua-nya.
Cobalah
bersikap netral ketika anak sedang bersikap cengeng. Dengan begitu, anak akan
belajar bahwa cara untuk mendapatkan perhatian orangtua dan apa yang ia mau
adalah dengan bicara baik-baik dan jelas, bukan lewat menangis.
Emosi, perasaan, dan maksud
tangisan anak memang sulit ditebak. Orang tua harus sabar-sabar dan berlatih menerapkan
beberapa cara antara lain ; membantu
perkembangan kecerdasan emosional anak, Anak dengan kecerdasan emosional
biasanya tahu hal-hal apa saja yang disukainya dan yang tidak disukai. Maka
kalau ada sesuatu yang membuatnya resah, ia bisa mengomunikasikan perasaan
tersebut dengan baik pada orangtuanya, bukannya lewat tangisan. Coba mulai tingkatkan sosialisasi anak,karena bisa saja disebabkan karena kepercayaan
dirinya saat bergaul atau bermain bersama temannya kurang. Tak ayal, mereka
akan mencoba menangis atau merengek sebagai tanda “minta tolong” pada orang tua
, atas masalah yang sedang dihadapinya ini. Orang tua perlu mengajari anak untuk meluapkan
emosinya dengan sehat, bisa dengan cara mengajarkan anak untuk meluapkan emosi dengan
melakukan aktivitas kesenian seperti menggambar dan menyanyi atau melakukan
olahraga yang ia suka. Penting juga untuk mengingat bahwa tidak semua anak
itu sama, karakter setiap anak berbeda-beda. Maka, terus cari tahu kegiatan apa
yang disukai anak untuk meluapkan emosinya dengan benar bukan dengan cara
menangis.
Berdasarkan penelitian, perempuan
menangis 30 hingga 64 kali per tahun dan, sementara pria menangis 6 hingga 17
kali per tahun.[2] Pria menangis antara dua hingga empat
menit, sementara wanita rata-rata enam menit, di mana menangis menjadi terisak-isak
untuk wanita dalam 65 persen kasus, namun untuk pria dalam 6 persen kasus.[2] pada waktu anak-anak lelaki ataupun
perempuan memiliki frekuensi menangis yang sama.[2]
Semoga
dengan metoda binaan yang tepat, anak- anak dapat berkomunikasi mengungkapkan
pemikiran atau hal-hal yang mereka mau tanpa tangisan, agar kelak setelah
dewasa anak-anak dapat tangguh dalam mengatasi permasalahan kehidupan dan tidak
cenggeng , Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar