Amor Fati
Oleh : Febri Satria Yazid
· * Pemerhati Sosial
Amor Fati adalah sebuah konsep filosofis yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "cinta akan takdir" atau "cinta akan kehidupan yang tak terbatas", "mencintai nasib". Frasa Ini digunakan untuk menggambarkan suatu sikap ketika seseorang melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya seperti penderitaan dan kehilangan sebagai sesuatu yang baik, atau, paling tidak kehilangan sesuatu yang dia perlukan. Konsep ini banyak dikaitkan dengan pemikiran filsuf Friedrich Nietzsche dalam karyanya yang berjudul "Kebangkitan Tragedi" (The Birth of Tragedy).
Dalam konsep ajaran Islam dikenal dengan ideologi Jabariah yaitu sebuah ideologi dan sekte bidah di dalam akidah yang muncul pada abad ke-2 hijriah di Khurasan. Jabariah memiliki keyakinan bahwa setiap manusia terpaksa oleh takdir tanpa memiliki pilihan dan usaha dalam perbuatannya.
Pada dasarnya, Amor Fati mengajarkan bahwa individu harus menerima dan mencintai takdir atau kehidupan apa adanya, tanpa harapan atau keinginan untuk mengubahnya. Ini melibatkan penerimaan yang penuh terhadap segala aspek hidup, termasuk baik kesenangan maupun penderitaan, keberhasilan maupun kegagalan. Penganut Amor Fati menganggap bahwa penderitaan, kegagalan, dan kekecewaan adalah bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan.
Dengan menerima dan mencintai segala sesuatu yang terjadi dalam hidup, mereka berusaha untuk mencapai kedamaian dan keseimbangan batin. Dalam keyakinan ajaran Islam, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS Al-Baqarah: 216). Mereka meyakini bahwa melalui penerimaan ini, individu akan menemukan kebahagiaan yang sejati.
Amor Fati juga terkait erat dengan konsep etika dan moralitas. Penganutnya meyakini bahwa baik dan buruk, sukses dan kegagalan, adalah bagian integral dari kehidupan dan tak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, mereka menolak untuk menilai sesuatu sebagai benar atau salah secara absolut. Sebaliknya, mereka menganggap bahwa segala sesuatu harus diterima dan dihargai dalam konteks yang lebih luas.
Pemikiran amor Fati memiliki pengaruh yang kuat dalam berbagai bidang, termasuk filsafat, sastra, seni, dan psikologi. Konsep ini menekankan pentingnya penerimaan, ketabahan, dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan. Meskipun amor fati mungkin kontradiktif dengan pandangan umum tentang pengembangan diri dan perbaikan kondisi hidup, bagi penganutnya, hal tersebut adalah jalan menuju kebahagiaan dan kebebasan batin.
Konsep amor Fati juga didiskusikan dalam filsafat Stoikisme. Stoik berasal dari bahasa Yunani stōïkos, yang berarti "dari stoa [serambi, atau beranda]". Stoikisme adalah aliran filsafat yang membantu kita mengontrol emosi negatif berupa perasaan tidak menyenangkan, mengganggu dan biasanya diekspresikan sebagai bentuk ketidaksukaan seseorang terhadap sesuatu yang menimbulkan rasa marah, rasa bersalah, rasa sedih, rasa cemas dan lain sebagainya dengan mendorong diri untuk mensyukuri segala sesuatu yang kita miliki sekarang berupa pengakuan terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah SWT disertai ketundukan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan peruntukannya. Selain itu ada keyakinan yang kuat atas Firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7 ;"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras."
Bahwa dalam kehidupan ini, kita berada dalam dua dimensi kehidupan yaitu dimensi eksternal dan dimensi internal . Hal-hal yang berada dalam dimensi internal merupakan sesuatu yang berada dalam kendali kita sepenuhnya. Stoikisme menyadarkan kita agar fokus pada hal-hal yang dapat mengubah kita secara utuh dan membantu , menyelesaikan masalah dalam menyikapi faktor eksternal. Itulah yang menjadi fundamental dari filsafat stoikisme untuk mengajarkan kita bersifat rasional.
Di era informasi yang serba digital dan akses yang sangat mudah. Arus informasi yang sampai kepada diri kita tidak lagi bisa dibendung, Efek negatif dengan konten-konten keberhasilan orang , yang jauh dengan keberhasilan yang kita capai , kalau tidak dapat kita kendalikan secara rasional dapat mengakibatkan mental jadi capek, tidak ada rasa syukur, selalu melihat orang lain, lama-lama jadi penderitaan bagi diri , menimbulkan rasa iri dan dengki, lalu kita membeli barang yang memukau dengan cara-cara yang dipaksakan , misalnya dengan berhutang karena kita haus pembuktian dan validasi dari orang lain. Stoikisme inilah yang dapat menjadi obat yang ampuh dalam menyikapi pencapaian orang, membantu mencapai kebahagiaan diri sendiri dengan harapan yang rasional, menjadi sosok yang tangguh, bijaksana dan tanpa membandingkan diri dengan orang lain.
Amor Fati, perihal bagaimana mengelola energi, emosi, waktu, dan tenaga kita dengan bijak. Kittak dapat mengontrol apa-apa yang di luar batas-batas kebebasan kekuasaan kita, tetapi kita selalu dapat mengontrol apa yang bisa kita persepsikan dan mengelola serta mengalkulasi tindakan macam apa yang dapat kita lakukan untuk mengubah setiap negatif menjadi positif. “Jangan menuntut hal-hal terjadi seperti yang kau inginkan, tetapi berharaplah hal itu terjadi sebagaimana adanya, dan akan berjalan dengan baik.”. Secanggih apa pun peradaban umat manusia, pada hakikatnya, tetap saja ada hal-hal yang tak dapat manusia seluruhnya dan seutuhnya kendalikan. (fsy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar