Jumat, 24 Juni 2022

Memberi dan Diberi

 

Memberi dan Diberi

Oleh ; Febri Satria Yazid

*pemerhati sosial

          

           Dari kecil dalam memperkenalkan tentang perbuatan baik, mayoritas orang tua mengajarkan tentang pentingnya memberikan sesuatu kepada sesama tanpa mengingat-ingat pemberian apalagi berharap kembali, karena itu sama saja tidak ikhlas dan kalau  tidak ikhlas, kebaikan tersebut tidak tercatat sebagai amalan .

Atas dasar pemahaman tersebut, lalu kita berupaya menerapkan ajaran dan didikan tersebut dalam kehidupan, akan tetapi ternyata yang kita alami dalam berinteraksi dengan sesama , hubungan yang terjadi akibat kebaikan tersebut terkadang malah jadi boomerang dan akibatkan rusaknya hubungan sosial dengan sesama. Kenapa bisa demikian , dimana letak kesalahannya, lalu hubungan seperti apa yang sesungguhnya lebih baik, yang lebih dapat melanggengkan hubungan sosial dengan sesama, yang tidak menekankan memberi harus ikhlas dan penerima mesti berterima kasih yang menyebabkan penerima jadi terpenjara mental atas kebaikan yang diterima dari pemberi atau kejadian sebaliknya dalam menyikapi pemberian, ketika  penerima  merasa senantiasa diperhatikan oleh pemberi, penerima menempatkan dirinya sebagai selebriti yang dikagumi oleh pemberi sebagai  fans-nya, sehingga timbul kesemena-menaan di dalam interaksi mereka dan lambat laun pemberi mulai merasa tidak mendapatkan penghargaan yang pas seperti ajaran yang pernah kita  peroleh sewaktu belajar ilmu agama tentang bagaimana semestinya sikap pemberi dan penerima.

Idealnya, hubungan itu seperti akar pada tumbuhan. Semakin sehat, akarnya akan berkembang semakin kuat dan mampu menyerap makanan untuk disalurkan ke setiap batang dan dahan yang tumbuh semakin rindang. Akar yang mampu menopang untuk memberi penghidupan dan berbuah kebahagiaan.Saling berusaha, saling menjaga saling peduli di saat senang ataupun saat sulit, di saat sehat ataupun sakit, dalam suka maupun duka sama-sama mau untuk saling berusaha membina komunikasi yang terbuka dan tidak hanya salah satu saja yang berusaha, sehingga hubungan yang simbiosis mutualisme yaitu  hubungan antara sesama yang saling  menguntungkan. Berbeda dari kedua simbiosis yang lainnya (simbiosis parasitisme dan komensalisme), simbiosis mutualisme membuat dua makhluk hidup saling menguntungkan dan membutuhkan. Hanya dengan pola hubungan simbiosis mutualisme ini, kelanggengan hubungan akan diperoleh atas dasar suka sama suka tanpa salah satunya merasa tertekan, tertindas dan yang satunya mendominasi hubungan tersebut yang dapat berdampak terjadinya pelecehan sosial dan hilangnya kemerdekaan hidup salah satunya.

Di dalam salah satu film terbaik sepanjang masa, The Godfather, tokoh Vito Corleone digambarkan sebagai seorang kepala mafia yang memiliki prinsip bahwa persahabatan adalah segalanya. Vito Corleone rela membantu siapapun, memberikan segala hal yang dia punya, hanya dengan satu syarat, orang yang nanti dibantu wajib menganggap Don Corleone sebagai sahabat. Disini dapat kita lihat Vito Corleone menanamkan prinsip dari simbiosis mutualisme yakni saling menguntungkan.

Sikap mental dan keyakinan dalam memantapkan hati dalam membangun hubungan yang sehat sangat diperlukan, agar hubungan sosial tidak berujung menjadi hubungan yang tidak sehat. Alasan seseorang dalam menjalin hubungan sosial juga penting diketahui dari awal, apakah hanya karena tak ingin merasa kesepian, pelarian, memanfaatkan sifat seseorang yang suka memberi, memanfaatkan fasilitas yang dimiliki seseorang , yang pada akhirnya akan sangat menyakitkan perasaan dan dapat merusak keikhlasan pemberi kebaikan. Hubungan yang sehat itu pada dasarnya memerlukan kebebasan untuk bisa saling menghargai. Sedangkan di dalam sebuah hubungan yang tidak sehat kerap kali terjadi tanpa adanya rasa saling itu.

Banyak alasan yang mendasari terjadinya hubungan sosial dengan sesama, salah satunya didorong oleh rasa empati dimana seseorang melibatkan dan menempatkan diri pada posisi mereka dan memahami mengapa mereka merasakan hal tertentu, lalu mencoba melakukan upaya-upaya yang dapat melepaskan orang tersebut dari keadaan yang dia alami. Misalnya adanya korban dari perang yang terjadi yang menyebabkan seorang anak menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya meninggal dunia atau seseorang yang menderita tersebut adalah orang yang kita cintai yang dapat mengakibatkan emosi seseorang menjadi lumpuh, dapat tergerak hati seseorang melihat keadaan tersebut. Studi pemindaian otak oleh ahli saraf Tania Singer dari Max Planck Society di Jerman menunjukkan bahwa ketika seseorang menyaksikan orang lain kesakitan, terjadi aktivitas di bagian otaknya yang terkait dengan rasa sakit seakan-akan ia turut merasakan sakit itu.

"Meskipun kebahagiaan yang dirasakan bersama tentu merupakan keadaan yang sangat menyenangkan, berbagi penderitaan kadang-kadang sulit," tulis Singer dan koleganya Olga Klimecki, seorang ahli saraf di Universitas Jenewa. Dalam keadaan terburuk, orang merasakan "tekanan empatik", yang bisa menjadi penghalang untuk bertindak. Menurut Singer dan Klimecki, tekanan seperti itu bisa mengarah pada sikap apatis, penarikan diri, dan perasaan tidak berdaya, dan bahkan dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Para ilmuwan tidak menyarankan bahwa empati harus dihilangkan secara aktif, karena ada kalanya menempatkan diri di posisi seseorang adalah langkah pertama menuju tindakan positif, perhatian, dan bantuan untuk orang lain. Hal yang lebih diperlukan adalah membuat perbedaan yang lebih jelas antara rasa empati dan rasa kasih sayang. Jika empati adalah tentang menempatkan diri di posisi orang lain, maka kasih sayang adalah "perasaan peduli terhadap penderitaan orang lain yang disertai dengan motivasi untuk membantu", Untuk menjadi orang yang penyayang, tidak berarti kita  harus berbagi perasaan dengan seseorang. Ini lebih tentang memperluas kebaikan terhadap orang lain. Terinspirasi oleh hasil pemindaian otak para biksu Buddha, Singer mendapati bahwa rasa belas kasihan pada diri seseorang bisa ditingkatkan, melalui metode latihan sederhana yang berdasarkan kesadaran (mindfulness), dengan tujuan merasakan perasaan positif dan hangat tentang orang lain tanpa berfokus pada pengalaman yang dialaminya yang dapat  menyebabkan keletihan dan apatis, serta mencegah kita untuk  menolong orang-orang yang paling membutuhkan. Lebih buruk lagi, tendensi orang-orang untuk berempati bahkan bisa dimanfaatkan untuk memanipulasi mereka agar bertindak agresif.

Saling merupakan kata kunci dari uraian di atas dalam membangun hubungan sosial yang baik agar bisa langgeng, tanpa ada dominasi, tanpa adanya tekanan, tanpa adanya pikiran untuk memanfaatkan, dengan demikian keikhlasan dapat terkawal kesuciannya dalam hubungan yang harmonis menjadi manusia bernilai, memberi manfaat pada sesama. (fsy)

 

 

 

              

 

Kamis, 02 Juni 2022

Dilema

 

Dilema

Oleh ; Febri Satria Yazid

·         Pemerhati sosial

 

        Sering kita mendengar ungkapan dalam masyarakat ibarat memakan buah simalakama, ketika kita dihadapkan pada dua pilihan yang sulit untuk ditentukan pilihan yang terbaiknya, berada pada kondisi serba salah.

Dalam KBBI istilah atau peribahasa ini diambil dari kata buah simalakama, yaitu buah yang dimakan ataupun tidak akan menimbulkan bencana (perumpamaan). Pada kenyataanya buah simalakama adalah buah yang biasa dikenal dengan sebutan mahkota dewa atau nama ilmiahnya phaleria mcrocarpa.

Kenapa buah simalakama yang jadi perumpaan dalam ungkapan bila kita berada pada posisi serba sulit dalam memilih dua alternatif ?  Jawabannya adalah  karena disatu sisi buah simalakama adalah buah yang memiliki kandungan racun yang cukup tinggi, terutama pada bagian bijinya.Apabila seseorang memakannya akan menyebabkan sariawan, mabuk hingga kejang-kejang.Bahkan dosis berlebihan dari penggunaan buah ini juga dapat menimbulkan beberapa efek samping, terutama untuk ibu hamil. Akan tetapi disisi lainnya buah simalakama juga termasuk ke dalam jenis tanaman obat-obatan, yang berfungsi sebagai antikanker. Selain itu, buah ini juga bermanfaat sebagai penghilang racun dalam tubuh, antialergi, antiradang, dan mengurangi kadar risiko penyakit jantung.

Karena fakta itulah yang menyebabkan  akhinya munculah   buah simalakama sebagai perumpaan, jika kita dihadpkan pada dilema saat menentukan pilihan.

            Dilema (bahasa Inggris: dilemma) adalah istilah umum yang merujuk kepada suatu kondisi yang menyulitkan yaitu munculnya sebuah masalah yang menawarkan dua kemungkinan, di mana keduanya sama-sama sulit untuk diterima. Dalam pengertian lain, dilema juga dapat dimaknai sebagai situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan; situasi yang sulit dan membingungkan. Dilema dapat terjadi dalam semua aspek kehidupan manusia, misalnya dalam percintaan, keluarga, persahabatan, minat, dan lain-lainnya yang semuanya menyebabkan seseorang sulit mengambil keputusan.

            Lalu bagaimana kita menyikapi jika dihadapkan pada persoalan kehidupan, apakah kita membiarkan kondisi dilema tersebut tanpa memilih dan berkeyakinan waktulah yang akan menyelesaikan keadaan tersebut atau kita berani mengambil resiko karena tidak ingin berlama-lama  dalam situasi yang membinggungkan ? Jawabannya tentu sangatlah relatif, tergantung pada variabel-variabel yang jadi pertimbangan  saat kita dihadapkan pada keadaan tersebut, karena hidup bukan tentang menunggu badai berlalu, perjalanan masih panjang, berhenti untuk menyudahi atau terus berjalan untuk melanjutkan , karena kehidupan terus berjalan. Waktu terus berjalan tak peduli bagaimana keadaan kita, waktu tidak akan pernah menunggu.

            Sebagai khalifah di muka bumi, kita dianugerahi akal pikiran untuk mempelajari dengan seksama setiap peristiwa kehidupan yang kita alami, meski ibarat buah simalakama, karena kehidupan terus bergulir , memutuskan pilihan tetap mutlak dilakukan jika kita tidak ingin menjadi korban dari keadaan yang serba tak menentu, yang pada akhirnya dapat jadi bumerang bagi diri sendiri. Memilih kemudian pilihan kita bisa saja keliru , tetap jauh lebih baik daripada kita diamkan menyerahkan pada waktu untuk menuntaskannya karena tidak berani untuk mengambil resiko dalam kehidupan. Suatu saat hidup kita  akan mencengkram kita  lebih erat hingga kita  sulit untuk bernafas. Suatu saat kehidupan kita   akan menekan kita  lebih dalam, hingga kita  sulit untuk terlepas. Suatu saat, hidup akan menampar kita  berkali-kali hingga kita  meringis kesakitan. Suatu saat, hidup kita  tak akan memberimu ruang hingga kita  harus terkucil dalam kesempitan. Lalu bagaimana kita menyikapinya , lolos atau tenggelam dalam berbagai  saat-saat seperti yang dipaparkan di atas?

            Ada prosedur standar yang membimbing manusia ketika dihadapkan dalam kondisi dilematis, baik prosedur yang diatur secara spiritual ataupun metoda-metoda yang disampaikan oleh para ahli  yang mestinya kita pergunakan dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan akal pikiran yang dianugerahkan oleh sang pencipta kehidupan, jika tidak ingin jadi korban keadaan. Life must go on ( fsy )