Minggu, 10 April 2022

Sikap dan Perilaku

               

Sikap dan Perilaku

Oleh ; Febri Satria Yazid

*pemerhati sosial

Pagi ini selepas sahur, saya membaca kutipan buku Peluk karya Nazrul Anwar; ‘kadang ,perasaan dan pikiran kita habis terbuang untuk sesuatu yang hanya perlu kita terima, karena kita juga tidak bisa apa-apa untuk merubahnya’. Kutipan yang mempunyai makna yang sangat dalam yang erat kaitannya dengan kapasitas dan kapabilitas yang meski kita miliki tetapi jika tidak punya otoritas karena berada di luar lingkaran kekuasaan misalnya, hasil pemikiran kita akan sia-sia akan dibuang ke tempat sampah oleh mereka yang kita beri masukan.

Saya jadi ingat peristiwa yang terjadi di Perusahaan di tempat saya bekerja 23 tahun silam, saat awal era reformasi, era dimana semua orang atau kelompok merasa berhak untuk bersuara, mengkritisi keadaan, merasa mampu untuk melakukan perubahan untuk kemajuan  perusahaan , mengkritik habis jajaran direksi bahkan dengan  semangat mengebu-gebu merasa mampu untuk mengambil alih kekuasaan atau setidaknya mendesak jajaran direksi mundur melalui demo berjilit-jilit dengan menyampaikan sederet hasil pemikiran dalam mengelola perusahaan dengan keyakinan akan menjadikan perusahaan jadi baik dan karyawan akan sejahtera. Lalu pihak manajemen atas dasar kekuasaan dan otoritas yang dimiliki, melalukan perlawanan dengan berbagai ancaman yang membuat sebagian ciut dan sebagian lagi tetap maju tak gentar.

Banyak peristiwa kehidupan yang dialami manusia berujung konflik karena  ketidak mampuan masing-masing pihak menempatkan diri dengan baik dan benar serta kehilangan keobyektifan dalam mendudukan suatu perkara. Seperti contoh kasus adanya ketidakpuasan dalam hubungan kerja di suatu perusahaan sudah diatur tata cara penyelesainnya melalui undang-undang.  Berdasarkan pasal 3 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2004, perundingan bipartit adalah perundingan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja / serikat buruh atau antara serikat pekerja / serikat buruh dan serikat pekerja / serikat buruh yang lain dalam satu perusahaan yang berselisih.Jika kedua belah pihak memahami hak dan kewajiban , memahami mana yang menjadi wilayah masing-masing pihak, niscaya perselisihan dapat dengan cepat dan tepat dapat diselesaikan tanpa berlarut-larut atau melalui unjuk rasa berkepanjangan.

Pertanyaannya kenapa begitu sulit dalam mencapai titik temu jika benar masing-masing berpikir untuk kebaikan dan kemajuan dalam menyelesaikan suatu pertikaian? Memang tidak semua orang mampu melakukan hal- hal besar, namun semua orang mampu melakukaan hal- hal kecil dangan cinta yang besar, sehingga cinta yang besar bisa menempati hal- hal yang besar. hidup akan gelap jika tanpa tujuan yang murni, tujuan tidak akan pernah tercapai jika tanpa ilmu, ilmu bisa menjadikan manusia sombong jika tidak disertai niat yang baik. Terjawab sudah pertanyaan di atas bahwa persoalannya ada pada ‘niat’. Terpenjara oleh diri sendiri,atau kelompok  yang  menyebabkan manusia kehilangan kompromi atas setiap keadaan yang dialami,lalu bertindak ke arah penyelamatan diri masing-masing , itulah yang menyebabkan gagalnya suatu perundingan memperoleh titik temu.Adanya ‘skin encaplusated ego’ yaitu memanfaatkan orang lain atau lingkungan untuk kepentingan sendiri tanpa memperdulikan orang lain apalagi generasi mendatang, melahirkan sikap enggan untuk mengidentifikasi diri terhadap perbuatan-perbuatan yang kurang tepat.

Kata kunci dari sulitnya memperoleh penyelesaian dari setiap perselisihan adalah sikap dan perilaku individu .Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sikap adalah segala perbuatan dan tindakan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan yang dimiliki. Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap segala sesuatu, bisa berupa objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap mempunyai tiga komponen utama, yaitu kesadaran, perasaan, dan perilaku. Sikap adalah sesuatu yang dipelajari, sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi, serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap adalah pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Sikap merupakan pandangan terhadap sesuatu secara kualitatif

Perilaku manusia diyakini dipengaruhi oleh sistem endokrin dan sistem saraf. Paling umum diyakini bahwa kompleksitas dalam perilaku suatu organisme berkorelasi dengan kompleksitas sistem sarafnya. Secara umum, organisme dengan sistem saraf yang lebih kompleks memiliki kapasitas lebih besar untuk mempelajari respons baru dan dengan demikian menyesuaikan perilakunya. Perilaku adalah sebuah tindalkan yang bisa dilihat secara kuantitatif, seberapa sering dilakukannya suatu tindakan oleh individu.

Agar sikap dan perilaku baik dapat melekat pada masing-masing individu, maka pendidkan tentang hal ini mesti dilakukan sejak usia dini, agar dalam kehidupan mereka setelah dewasa kelak, pengendalian diri agar tidak mementingkan diri dan tidak peduli  pada sesama dapat dicegah dan itu sama artinya dengan mencegah terjadinya konflik dalam interaksi kehidupan. (fsy)

 

 

Rabu, 06 April 2022

 

Penjara Mental

 

Oleh: Febri Satria Yazid, Pemerhati Sosial

Bermula dari komentar atas penggalan dari buku saya Aura positif, saya terlibat diskusi panjang dengan adik kelas saya jaman SMP tentang kendali diri, manusia yang membingungkan, tabula rasa dan hal-hal tentang perilaku manusia, sesuai dengan keilmuan yang dipelajari adik kelas saya di Perguruan Tinggi, menambah wawasan dan pemahaman saya tentang uniknya makhluk yang bernama manusia, hingga akhirnya kami membahas tentang penjara mental.

Dianalogikan seperti kerbau besar yang dituntun dengan seutas tali tipis oleh anak kecil, yang kokoh bukan tali kekangnya,tapi keyakinannya. Awalnya merenggut keyakinan diri, berikutnya meyakinkan bahwa tidak bisa merubah diri sendiri, itulah penjara mental yang terpaksa berjalan mengikuti langkah orang lain. Sangat banyak orang yang secara sadar atau tidak sadar memasukkan diri mereka ke penjara yang tidak kasat mata, yang lebih mengerikan dan dapat mengurung diri mereka seumur hidup Satu-satunya cara untuk keluar dari penjara mental adalah dengan sadar menelaah setiap kepercayaan yang dipegang seseorang. Tidak ada kepercayaan baik atau buruk yang ada adalah kepercayaan yang mendukung atau menghambat.

Merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan dengan kata lain disebut tabula rasa (kertas kosong), lalu sedikit demi sedikit pengetahuannya diperoleh melalui pengalaman dan persepsi alat indranya terhadap dunia di luar dirinya

Gordon Alport seorang psikolog yang menyebutkan bahwa setiap manusia di muka bumi ini berbeda dengan manusia lain. Perbedaan itu yang menjadikan manusia unik dan khas yang tampak pada perilaku dan faktor kognisi masing-masing individu yang menyebabkan mereka tetap berlainan dengan yang lainnya. Kognisi adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa.

 Selain membiarkan diri dikendalikan orang lain, penjara mental bisa juga terjadi akibat berbagai kepercayaan salah yang mereka terima sebagai sesuatu yang benar, tanpa pernah mereka periksa keabsahan dan kebenaran kepercayaan itu. Kepercayaan seseorang mengendalikan cara berfikir, sikap, perilaku, bagaimana ia menggunakan waktunya, siapa kawannya, buku apa yang ia baca, gaya hidup, penghasilan, dan masih banyak aspek lain. Apapun kepercayaan yang kita pegang maka kepercayaan ini akan mempengaruhi hidup kita. Kita perlu mendobrak penjara sosial untuk memulihkan mental block yang membatasi ruang gerak manusia dalam menyikapi keadaan yang punya kenyataan atas keinginan kita Imam Ghazali berpesan, “Kita menjadi seperti apa yang kita yakini.” Ada dua prinsip kuat, meminjam istilah Prescott Lecky, yang dapat mengubah kepercayaan dan mengatasi ketakutan, hal yang hampir menimpa semua orang. Pertama, keyakinan bahwa kita mampu mengerjakan tanggung jawab kita sehingga kita cukup mampu menunjukkan kemandirian kita dan kedua, keyakinan bahwa ada sesuatu dalam diri kita yang membuat kita sejajar dengan orang lain dalam hal bakat dan kemampuan, dan bahwa kita tidak semestinya meremehkan diri sendiri atau membiarkan diri kita merasa terhina. Hubungan antara kecerdasan hati dengan kemampuan berpikir mirip dengan hubungan antara mobil dengan pengendaranya. Seorang pengendara andal, bisa jadi, tidak bisa berbuat apa-apa, jika mobil yang dikendalikannya “tidak hebat”. Sebaliknya, sebuah mobil hebat pun tidak berguna sama sekali, jika pengendaranya tidak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik.

Kecerdasan hati, ibarat seorang sopir, adalah pengendali. Keterampilan berpikir, laksana sebuah mobil, adalah potensi. keduanya laksana dua sisi uang logam, saling mendukung dan saling melengkapi, layaknya mobil dan pengendaranya dan kita semua jika berharap sukses dalam hidup ini, harus bisa memiliki keduanya, kecerdasan hati dan kemampuan berpikir. Karena itu, robohkan penjara itu. (Diposting oleh Khrisna Pabichara di 19.08)

Tidak percaya pada diri sendiri merupakan faktor utama yang menggiring kita pada penjara mental, karena kita cenderung mempercayai sesuatu yang keliru menjadi benar dalam banyak aspek kehidupan sosial, misalnya dalam menyikapi terjadi pandemi Covid 19, dalam menyikapi saat kita sakit yang dalam masyarakat dikaitkan dengan pemahaman mistis, dalam pemahaman kita tentang hutang dalam mengelola usaha dan banyak contoh lain yang akhirnya menjerumuskan kita pada kondisi terbelenggu. Apalagi jika kita berada dalam kondisi tertekan dan tidak bebas nilai dalam menentukan pilihan dan pengambilan keputusan. Penjara mental memang menjadi hal yang sangat ditakuti oleh semua orang karena kerap terjadi lantaran adanya sejarah di dalam pengalaman yang membekas dalam diri dan pikiran seseorang.

Penjara mental akan merusak kepercayaan diri, menimbulkan rasa malas untuk mencoba sesuatu, karena sudah memikirkan hasil akhir sebelum mencobanya, takut ditolak dalam melamar kerja atau menyatakan rasa cinta misalnya. Bebas dari penjara mental mutlak dilakukan agar punya rasa percaya diri yang baik (fsy)