Minggu, 14 Juli 2019

Hati-hati Benci






Hati-hati Benci
Oleh ; Febri  Satria Yazid
*pemerhati sosial
          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, benci adalah sangat tidak suka , sebagai lawan dari cinta.  Abu Hamid Al Ghazali pernah menulis  ,cinta adalah suatu kecenderungan terhadap sesuatu yang memberikan manfaat. Apabila kecenderungan itu mendalam dan menguat, maka rasa itu  dinamakan rindu. Sedangkan sebaliknya, benci adalah kecenderungan untuk menghindari. Apabila kecenderungan itu mendalam dan menguat, maka itu dinamakan dendam, dan kalau sangat mendalam  dan sangat kuat sering  menjadi dendam kesumat. Dendam kesumat,selain menimbulkan kebencian juga ingin membalaskan rasa sakit hati kepada seseorang yang menyakiti kita  untuk memuaskan diri.
          Ada baiknya kita menyimak pesan dari Ali bin Abu Thalib ,’cintailah orang yang kau cintai sekedarnya saja; siapa tahu  pada suatu hari kelak,  ia akan berbalik menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang yang kau benci sekadarnya saja; siapa tahu  pada suatu hari kelak ,ia akan menjadi orang yang kaucintai.
          Begitu pentingnya pengendalian diri dalam hal benci , sehingga Allah SWT memperingatkan umatNya ,“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
          Langkah  mantan calon Presiden nomor urut 02 Prabowo dengan Presiden terpilih periode 2019-2024  Joko Widodo pada tanggal 13 Juli 2019 di MRT dan diakhiri dengan makan siang bersama,  tak serta merta menyenangkan semua elemen masyarakat. Pihak-pihak yang mendukung Prabowo dalam Pemilihan Umum Presiden 2019 lalu ramai-ramai meninggalkan Prabowo,mengecam dan berbalik membenci,bahkan ada emak-emak yang  telah mendukung calon Presidennya dengan  menjual emas pada waktu masa kampanye,sangat kecewa dengan sikap Prabowo memilih menemui Presiden Jokowi. Mereka lebih suka jika Prabowo dendam kesumat pada Jokowi dan terus membalas dengan segala upaya untuk melegitimasi kemenangan bahkan lebih dari itu terus berupaya mengagalkan kemenangan Jokowi dalam pemilihan Presiden dengan terus 'menganggu' uapaya-upaya rekonsiliasi . Para politisi juga menyampaikan komentar beragam, ada yang menilai Prabowo egaliter, mementingka persatuan bangsa, tetapi tidak sedikit yang memilih meninggalkan Prabowo, menuduh Prabowo menyelonong sendiri temui Jokowi tanpa berunding dengan partai koalisi yang mendukungnya saat Pilpres lalu. Inilah yang telah terjadi pada bangsa Indonesia seperti yang diungkapkan oleh Imam Ghazali tentang bahayanya rasa benci.
          Saat kampanye Pilpres lalu, pendukung calon Presiden 02 menunjukkan rasa benci dan ketidaksukaan pada calon Presiden 01 dengan berbagai tuduhan dan hujatan, selama hampir sembilan bulan sejak masa pendaftaran calon ke KPU ,bahkan sebelum itupun di media sosial ujaran kebencian kepada calon Presiden 01 memenuhi laman-laman media informasi, sampai-sampai Menkominfo membatasi lalu lintas komunikasi melalui media sosial ini untuk mencegah berita-berita berisi ujaran kebencian yang belakangan banyak berupa berita hoax.
          Lalu ketika pemilihan selesai dan tuduhan pemilihan umum berlangsung curang tidak dapat dibuktikan saat ajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan pada akhirnya mantan calon Presiden 02 Prabowo memilih bertemu dengan Presiden Joko Widodo, para pendukung yang tadinya sangat mencintai , berbalik meninggalkan Prabowo,mengecam,kecewa dan benci atas pilihan Prabowo tersebut.Mereka lebih memilih Prabowo tetap ‘memusuhi’ Jokowi, tidak mengakui kemenangan Jokowi dalam pemilihan Presiden.
          Fenemona seperti yang dialami Prabowo Subianto ini, dalam banyak peristiwa kehidupan sangat sering  kita temukan, di dunia kerja, dalam organisasi atau kelompok masyarakat lainnya .  Kita sangat suka pada orang yang apabila kita membenci sesuatu, mereka juga turut membenci hal tersebut atau ketika kita memusuhi seseorang , kita sangat senang jika orang-orang yang dekat dalam lingkaran kehidupan kita turut serta membenci dan memusuhi juga, tetapi apabila mereka melakukan rekonsiliasi setelah menyadari cara dan pilihan untuk saling membenci dan memusuhi itu merupakan hal yang keliru, maka kita jadi sangat kecewa dan bersikap jadi benci pada seseorang yang awalnya sangat kita cintai.
          Sebagai pencipta ,yang mengetahui persis perangkat yang ada dalam diri manusia, Allah SWT telah peringatkan tentang benci dan cinta, demikian juga sabda-sabda Rasulullah SAW beserta ketauladan yang Nabi contohkan dalam menjaga hubungan dengan sesama, pernyataan khalifah, para imam tentang dampak neqatif   kalau interaksi antara manusia dengan manusia lain  kita lalui dengan rasa benci, dendam ,karena bisa merusak nilai ibadah vertical kita kepada Allah SWT. Kata kunci yang perlu kita tanamkan permanen di alam pikiran kita adalah ‘ Hati-hati dengan benci’( FSY )
         


Selasa, 02 Juli 2019

Memposisikan Diri







Memposisikan Diri
Oleh ; Febri Satria Yazid
*pemerhati sosial

                ‘Saya menyadari bahwa bapak-bapak dan ibu-ibu yang ada dalam ruangan  ,yang mengikuti seminar ini mempunyai pengetahuan yang luas. Agar apa yang hendak saya sampaikan  memberi manfaat kepada bapak-bapak dan ibu-ibu peserta,saya minta dalam 2-3 jam ke depan, berkenan untuk jadi gelas berada di bawah botol   ,agar  ‘air’ yang mau saya tuangkan dari botol dapat masuk ke dalam gelas  dengan baik’, demikian ucapan awal dari pemberi materi seminar memulai presentasinya.
          Ucapan ini tentu memang perlu disampaikan , karena sering kita lihat seseorang yang merasa dirinya hebat ,menguasai berbagai ilmu pengetahuan dalam suatu acara pertemuan,baik itu debat , dialog, seminar , bersikap under estimate, merendahkan lawan bicara, atau pembicara dalam acara pelatihan,seminar atau dalam  berinteraksi membahas suatu topik, sehingga sudah menolak dari awal, tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan lawan bicaranya. Dalam acara ILC ( Indonesia Lawyer Club) misalnya sering kita menyaksikan , saat seseorang menyampaikan gagasan atau pendapat, peserta lain tidak dapat mendengarkan dengan baik , dalam benaknya hanya ingin mementahkan pernyataan yang disampaikan orang lain,sehingga apa yang menjadi tujuan acara tersebut tidak tercapai, dan acara tersebut tidak lebih dari ajang menunjukkan bahwa seseorang itu lebih hebat,lebih intelek,lebih cerdas dari yang lain.
          Kenapa hal ini bisa terjadi ?, pendengar tidak bersedia jadi gelas karena menilai isi yang disampaikan oleh orang yang bertindak sebagai teko tidak berkualitas.  Saat berbicara akan terlihat ekspresi wajah dan intonasi suara yang dapat memberikan tekanan dan arti yang tersirat dalam kalimat yang disampaikan. Inilah faktor kenapa kita enggan untuk menjadi pendengar yang baik,karena kita mau membangun kesan bahwa kita adalah seorang intelektual ,status sosial tinggi dan sebagainya, kita mau tunjukkan dengan cara melecehkan pembicara,menganggap enteng materi yang mereka sampaikan. Kalau dalam mengikuti seminar,pelatihan ,orang seperti ini tidak akan menjadi pendengar yang baik dan jika dalam berdebat akan membantah habis-habisan pemikiran lawan debat bahkan tidak jarang menyerang pribadi lawan bicara .
          Mengantisipasi sikap pendengar tersebut, selain meminta mereka untuk menjadi ‘ gelas’ ketika kita jadi ‘botol’ saat jadi  pembicara, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan saat tampil sebagai pembicara, antara lain ;  memilih kata-kata saat berbicara, memperhatikan bahasa tubuh dan gestur  baik dalam kondisi berdiri maupun sedang duduk, pastikan tubuhmu tegak dan rileks. Posisi tersebut akan memancarkan aura percaya diri dan kenyamanan saat berbicara ke lawan bicara dan  jangan lupa tatap mata lawan bicara, pemilihan kata yang tepat dan sesuai pada konteks kalimat sangat diperlukan. Pemilihan kata dengan istilah yang memusingkan juga bisa membuat pendengar mengantuk karena terkesan seperti menghafal buku dan terdengar kaku. Berbicara dengan suara yang bisa didengar dengan baik, penuh percaya diri agar lawan bicara tertarik dengan materi pembicaraan. Meninggalkan rasa malu dan tetap percaya diri dan terakhir hindari terjun ke topik yang kita tidak pahami . Dengan persiapan yang matang ini,diharapkan kalaupun ada upaya pendengar melecehkan kita saat bicara, kita akan dapat menaklukan dan mematahkannya dengan baik dan elegant .
          Komunikasi yang baik adalah yang berhasil melibatkan pertukaran informasi, di antara dua individu atau lebih, menyadari posisi masing-masing dan dengan tepat memposisikan diri kapan menjadi pembicara dan pendengar yang baik . ( FSY )