Rabu, 19 Juli 2023

Homofili Sosial

 

Homofili Sosial

Oleh ; Febri Satria Yazid

*pemerhati sosial

 

             ‘Sefrekuensi itu sementara, semua akan pergi ketika ada orang baru yang lebih asyik’, demikian kata-kata bijak atau kata quotes yang saya baca melalui media sosial. Sebagai manusia yang menjalani kehidupan, kita tidak pernah  terlepas dari sebuah masalah dan kata-kata bijak yang kita kutip dari sebuah teks atau pidato dapat  menyemangati dan menginspirasi dalam kita menyikapi hubungan sosial dengan sesama. Pertanyaannya apa betul kata-kata bijak  di atas bahwa sefrekuensi itu sementara, yang bisa bergeser disebabkan adanya orang lain yang lebih asyik?. Sebelum pertanyaan tersebut dapat kita jawab dengan baik dan benar , tentu kita perlu mendefinisikan terlebih dahulu tentang makna kata sefrekuensi.

            Sefrekuensi adalah satu frekuensi yang memberi rasa nyaman dan tenteram ketika mereka berinteraksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat , karenanya dalam makna lain sefrekuensi disebut homofili sosial.  Homofili adalah derajat persamaan dalam beberapa hal tertentu seperti keyakinan, nilai, pendidikan, status sosial dan lain-lain di antara pasangan individu yang berinteraksi. Artinya dalam sebuah hubungan , mereka  memiliki banyak kesamaan, seperti hobi, daya humor, latar belakang hingga pandangan hidup. Fenomena ini kian kental terlihat ketika dalam masyarakat dengan munculnya berbagai komunitas berupa kelompok dari suatu masyarakat atau sebagai sekelompok orang yang hidup di suatu area khusus yang memiliki karakteristik budaya yang sama. Saat di bangku sekolah dalam ilmu Biologi, kita ketahui bahwa komunitas adalah kumpulan berbagai populasi yang berkumpul pada suatu lingkungan, bagian dari total individu dengan ciri tertentu, yang hidup atau menempati suatu wilayah.

            Namun, penting untuk dicatat bahwa homofili sosial bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi hubungan sosial. Faktor lain seperti lokasi geografis, kesempatan bertemu , dan hubungan in terpersonal juga memainkan peran penting dalam membentuk ikatan sosial. Hubungan in terpersonal dalam arti luas adalah interaksi yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dalam segala situasi dalam semua bidang kehidupan sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan hati pada kedua belah pihak (Suranto, 2011: 27). Selain itu, manusia juga mampu membentuk hubungan dengan orang-orang yang memiliki perbedaan yang signifikan dengan mereka dalam hal karakteristik dan atribut tertentu.

            Manusia  cenderung tertarik dan merasa nyaman dengan orang lain yang memiliki minat dan hobi yang serupa. Saat berinteraksi , komunikasi lebih mudah dan lancar, berbagi cerita dan bertukar pengalaman. Demikian juga dengan  kesamaan nilai dan keyakinan dapat menjadi faktor penting dalam membentuk ikatan dan hubungan sosial. Manusia cenderung tertarik pada orang-orang yang memiliki pandangan dunia yang sejalan dengan mereka, karena hal ini memungkinkan komunikasi dan pemahaman yang lebih baik. Hal lain yang dapat mempengaruhi terjalinnya hubungan sefrekuensi adalah lingkungan sosial kita, seperti sekolah, tempat kerja, atau komunitas di mana kita berpartisipasi. Kita cenderung berteman dengan orang-orang yang berada dalam lingkungan yang sama atau memiliki pengalaman yang serupa dengan kita.

            Ketika kita memiliki kesamaan dalam bahasa, budaya, atau latar belakang yang mirip dengan orang lain, komunikasi dan interaksi akan lebih mudah terjadi. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya hubungan yang lebih erat, karenanya banyak kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat adanya berbagai perkumpulan atau himpunan, paguyuban yang didasari pada etnis. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas diperoleh penjelasan tentang etnis adalah suatu golongan atau kelompok manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan adat, kebudayaan, bahasa, agama, perilaku manusia, dan ciri-ciri klasifikasi ras manusia.

            Manusia cenderung mencari dan memilih hubungan dengan orang-orang yang mereka anggap mirip dengan mereka sendiri. Hal ini dapat menciptakan lingkungan sosial yang semakin sefrekuensi seiring berjalannya waktu. Namun demikian penting untuk diingat bahwa sifat sefrekuensi ini tidak berarti kita harus terjebak dalam lingkaran sosial yang terbatas. Menjalin hubungan dengan orang-orang yang berbeda dapat membawa manfaat baru, memperluas pemahaman kita, dan memperkaya kehidupan sosial kita.

            Dari uraian di atas sefrekuensi itu berpotensi untuk terjadi sementara waktu dan  bisa bergeser disebabkan adanya orang lain yang lebih asyik pada masing-masing hal yang mendasari terjadinya hubungan baik, jika masing-masing pihak gagal menjaga komitmen berupa pengabdian atau perjanjian  atau bergesernya kepentingan pada diri seseorang terhadap suatu hal pada saat terjadinya interaksi sosial maupun dalam suatu kerjasama. Dalam hubungan percintaan, komitmen adalah tanggung jawab diri kepada pasangan yang perlu dijaga bersama-sama. Agar komitmen tetap terjaga dan tidak tergoyahkan dengan kehadiran orang lain, maka ada beberapa aspek yang perlu dijaga, antara lain dengan memahami kesibukan masing-masing, saling bertanya kabar, tidak menuntut hal-hal yang berlebihan , mensyukuri setiap momen kebersamaan dan saling mendukung impian masing-masing. Hal   lain  yang perlu dijaga adalah masing-masing pihak istiqomah dengan tetap berdiri meski  berhadapan dengan segala rintangan dan konsisten dengan  tetap menapaki jalan yang lurus walaupun sejuta halangan menghadang (Tasmara, 2002: 86). (fsy)

 

 

Selasa, 04 Juli 2023

Amor Fati

 

Amor Fati

Oleh     : Febri Satria Yazid

·         *  Pemerhati Sosial

     Amor Fati adalah sebuah konsep filosofis yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "cinta akan takdir" atau "cinta akan kehidupan yang tak terbatas", "mencintai nasib". Frasa Ini digunakan untuk menggambarkan suatu sikap ketika seseorang melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya seperti penderitaan dan kehilangan sebagai sesuatu yang baik, atau, paling tidak kehilangan sesuatu yang dia  perlukan. Konsep ini banyak dikaitkan dengan pemikiran filsuf Friedrich Nietzsche dalam karyanya yang berjudul "Kebangkitan Tragedi" (The Birth of Tragedy).

     Dalam konsep ajaran Islam dikenal dengan ideologi Jabariah yaitu sebuah ideologi dan sekte bidah di dalam akidah yang muncul pada abad ke-2 hijriah di Khurasan. Jabariah memiliki keyakinan bahwa setiap manusia terpaksa oleh takdir tanpa memiliki pilihan dan usaha dalam perbuatannya.

      Pada dasarnya, Amor Fati mengajarkan bahwa individu harus menerima dan mencintai takdir atau kehidupan apa adanya, tanpa harapan atau keinginan untuk mengubahnya. Ini melibatkan penerimaan yang penuh terhadap segala aspek hidup, termasuk baik kesenangan maupun penderitaan, keberhasilan maupun kegagalan. Penganut Amor Fati menganggap bahwa penderitaan, kegagalan, dan kekecewaan adalah bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan. 

    Dengan menerima dan mencintai segala sesuatu yang terjadi dalam hidup, mereka berusaha untuk mencapai kedamaian dan keseimbangan batin. Dalam keyakinan ajaran Islam,  “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS Al-Baqarah: 216). Mereka meyakini bahwa melalui penerimaan ini, individu akan menemukan kebahagiaan yang sejati.

     Amor Fati juga terkait erat dengan konsep etika dan moralitas. Penganutnya meyakini bahwa baik dan buruk, sukses dan kegagalan, adalah bagian integral dari kehidupan dan tak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, mereka menolak untuk menilai sesuatu sebagai benar atau salah secara absolut. Sebaliknya, mereka menganggap bahwa segala sesuatu harus diterima dan dihargai dalam konteks yang lebih luas.

      Pemikiran amor Fati memiliki pengaruh yang kuat dalam berbagai bidang, termasuk filsafat, sastra, seni, dan psikologi. Konsep ini menekankan pentingnya penerimaan, ketabahan, dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan. Meskipun amor fati mungkin kontradiktif dengan pandangan umum tentang pengembangan diri dan perbaikan kondisi hidup, bagi penganutnya, hal tersebut adalah jalan menuju kebahagiaan dan kebebasan batin.

     Konsep amor Fati juga didiskusikan dalam filsafat Stoikisme. Stoik berasal dari bahasa Yunani stōïkos, yang berarti "dari stoa [serambi, atau beranda]". Stoikisme adalah aliran filsafat yang membantu kita mengontrol emosi negatif  berupa perasaan tidak menyenangkan, mengganggu dan biasanya diekspresikan sebagai bentuk ketidaksukaan seseorang terhadap sesuatu yang menimbulkan rasa marah, rasa bersalah, rasa sedih, rasa cemas dan lain sebagainya dengan mendorong diri untuk mensyukuri segala sesuatu yang kita miliki sekarang berupa  pengakuan terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah SWT disertai ketundukan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan peruntukannya. Selain itu ada keyakinan yang kuat atas Firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7 ;"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras."

       Bahwa dalam kehidupan ini, kita berada dalam dua dimensi kehidupan yaitu dimensi eksternal dan dimensi internal . Hal-hal yang berada dalam dimensi internal merupakan sesuatu yang berada dalam kendali kita sepenuhnya. Stoikisme menyadarkan kita agar fokus pada hal-hal yang dapat mengubah kita secara utuh dan membantu ,  menyelesaikan masalah dalam menyikapi faktor eksternal. Itulah yang menjadi fundamental dari filsafat stoikisme untuk mengajarkan kita bersifat rasional.

      Di era informasi yang serba digital dan akses yang sangat mudah. Arus informasi yang sampai kepada diri kita tidak  lagi bisa dibendung, Efek negatif dengan konten-konten  keberhasilan orang , yang jauh dengan keberhasilan yang kita capai , kalau tidak dapat kita kendalikan secara rasional dapat mengakibatkan mental jadi capek, tidak ada rasa syukur, selalu melihat orang lain, lama-lama jadi penderitaan bagi diri , menimbulkan rasa iri dan  dengki, lalu kita membeli barang yang memukau dengan cara-cara yang dipaksakan , misalnya dengan berhutang karena kita haus pembuktian dan validasi dari orang lain. Stoikisme inilah yang dapat menjadi obat yang ampuh dalam menyikapi pencapaian orang, membantu mencapai kebahagiaan diri sendiri dengan harapan yang rasional, menjadi sosok yang tangguh, bijaksana dan tanpa membandingkan diri dengan orang lain.

            Amor Fati, perihal bagaimana mengelola energi, emosi, waktu, dan tenaga kita dengan bijak. Kittak dapat mengontrol apa-apa yang di luar batas-batas kebebasan kekuasaan kita, tetapi kita selalu dapat mengontrol apa yang bisa kita persepsikan dan mengelola serta mengalkulasi tindakan macam apa yang dapat kita lakukan untuk mengubah setiap negatif menjadi positif.  “Jangan menuntut hal-hal terjadi seperti yang kau inginkan, tetapi berharaplah hal itu terjadi sebagaimana adanya, dan akan berjalan dengan baik.”. Secanggih apa pun peradaban umat manusia, pada hakikatnya, tetap saja ada hal-hal yang tak dapat manusia seluruhnya dan seutuhnya kendalikan. (fsy)