Senin, 30 Agustus 2021

Manusia Membingungkan

 

Manusia Membingungkan

Oleh ; Febri Satria Yazid

*Pemerhati sosial

Ketika Dalai Lama pemimpin spiritual Tibet ditanya tentang hal yang paling membingungkan  di dunia ini, menjawab ; “ Manusia “, karena dia mengorbankan kesehatannya hanya demi uang, lalu dia mengorbankan uangnya demi kesehatan. Manusia juga sangat kuatir akan masa depannya, sampai dia tidak menikmati masa kini. Saat hidup , manusia seakan-akan tidak akan mati , lalu dia  mati tanpa benar benar menimati ap aitu hidup.

          Manusia merupakan makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik positif maupun negatif. Dalam berperilaku, manusia ada  yang terbuka ,dimana perilaku dapat diamati secara langsung melalui pancaindera dan ada yang berperilaku tertutup yang tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku komunikasi merupakan bagian dari perilaku sosial. Perilaku komunikasi pada individu dipahami sebagai fungsi interaksi atas masukan dari situasi sosial dan karakteristik individual. Situasi sosial yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perilaku individu yang bersifat eksternal dan lebih diartikan sebagai faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu atau disebut dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dalam klasifikasinya dapat dibagi menjadi dua bagian, lingkugan fisik dan lingkungan sosial.

          Dengan segala fungsi dan potensi yang dimiliki, manusia diberi otoritas lebih oleh Pencipta alam semesta untuk mengelola dan berperan dalam menjaga kesinambungan antar makhluk. Uniknya meski diberi peran sebagaimana dijelaskan di atas pada diri manusia itu sendiri terdapat banyak hal yang mesti mereka hadapi dan atasi dalam dirinya sendiri. Dalam diri manusia terdapat banyak sub personalitas yang bertarung sepanjang masa kehidupannya dalam rangka menguasai dirinya dan subpersonalitas yang menjadi pemenang ,itulah yang menguasai dirinya dan karena pemenang silih berganti, perilaku manusia dapat berubah-ubah , sangat tergantung sub personalitas yang mendominasi. Kalau dalam ajaran Islam diperingatkan  “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Segala macam seluk beluk, unsur-unsur, kebudayaan yang dihasilkan dalam kehidupan manusia , dipelajari dalam ilmu Antropologi. Studi antropologi psikologis terkait fenomena psikologis dengan menggunakan istilah karakter  tidak terlalu diminati oleh para peneliti, sementara yang paling sering muncul dalam penelitian adalah istilah kepribadian,. Kedua istilah tersebut masih mengarah kepada kondisi psikologis manusia dimana karakter dapat disamakan dengan istilah kepribadian dan dapat dikatakan bahwa karakter tergambar dari kepribadian individu. Dalam memahami fenomena karakter dalam suatu masyarakat individu harus melihat dari sudut pandang antropologi psikologis. Proses membentuk dan mengembangkan karakter suatu masyarakat berfokus pada perkembangan dan kondisi psikologis dari manusia yang hidup dalam masyarakat tersebut serta pengalaman individu dan lingkungan sosial menjadi sebuah rangkaian proses yang berkontribusi kepada pembentukan karakter itu sendiri Terbentuknya karakter masyarakat berada dalam konteks kebudayaan suatu masyarakat dapat membetuk pula kepribadian tetapi sangat bergantung kepada proses pembelajaran dalam perilaku individu yang mendukung kebudayaan tersebut. Faktor yang mempengaruhi pandangan antropologi dari sudut pandang antropologi psikologis adalah individu dapat memilih kebudayaan sendiri saat dimensi psikologisnya sesuai dengan kebudayaan tersebut.

Mengenai pendekatan sistem dalam antropologi psikologis, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial. Individu dapat menjadi atau berperilaku buruk/jelek apabila masuk ke dalam lingkungan masyarakat yang buruk pula. Pada umumnya masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi lemah, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Penyimpangan tingkah laku atau pelanggaran terhadap norma-norma yang ada disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor pribadi, faktor keluarga yang merupakan lingkungan utama, maupun faktor lingkungan sekitar yang secara potensial dapat membentuk perilaku individu.

Dalam kasus krisis identitas yang dialami individu tidak hanya berdampak psikologis, tetapi juga berpengaruh dalam perilaku sosial mereka. Akibatnya, muncul hambatan-hambatan dalam melakukan hubungan sosial sehingga umumnya dalam melakukan hubungan sosial secara lebih luas, individu akan sulit membuat dirinya membaur ke dalam struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Pendekatan tersebut sering disebut sebagai pendekatan biopsikososial, yaitu suatu konsep yang menjelaskan bahwa terdapat interaksi antara kondisi biologis, psikologis, dan sosial untuk memahami penyakit dan proses sakit yang dialami oleh individu. Kondisi sakit tidak disebabkan oleh faktor biologis saja, melainkan juga faktor psikologis dan lingkungan sosial yang ada disekitar individu seperti keluarga dan kelompok masyarakat  ( dari Wikipedia bahasa Indonesia ).

Disiplin ilmu lainnya yang mempejari gejala-gejala dalam masyarakat yang didasarkan pada pemikiran yang bersifat rasional dan ilmiah adalah ilmu Sosiologi  yang meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umum dari interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakekat, bentuk, isi dan struktur masyarakat.

Semakin dalam sumur digali, semakin bening yang didapati, begitu juga dengan manusia , semakin digali ilmu tentang manusia , bahkan dari sorot mata, kita bisa melihat keadaan hati , meski dihadapan kita seseorang itu mengelurakan banyak ekspresi, sehingga dengan berbagai ilmu dan pengalaman kehidupan yang dipelajari dan dilihat ,kita bisa memahami kenapa manusia dalam mengangguk dia menggeleng, menggunting dalam lipatan, tidak istiqomah dan banyak perilaku lainnya  yang membingungkan selain yang disampaikan Dalai Lama di awal tulisan di atas. Tidak mudah bagi manusia dalam menaklukkan diri sendiri agar berperilaku tidak membingungkan sesama, karena dikatakan bahwa jihad yang paling berat itu adalah menaklukan diri sendiri.(FSY)

Selasa, 03 Agustus 2021

Kata-kata dan Intonasi

Oleh ; Febri Satria Yazid

·         Pemerhati sosial

 

Menurut Wikipedia ; Kata atau ayat[1] Kata merupakan satuan bahasa yang mempunyai arti atau satu pengertian. Dalam bahasa Indonesia kata adalah satuan bahasa terkecil yang mengisi salah satu fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek, atau keterangan) dalam suatu kalimat.Kata "kata" dalam bahasa Melayu dan Indonesia diambil dari bahasa Ngapak kathā. Dalam bahasa Sanskerta, kathā sebenarnya bermakna "konversasi", "bahasa", "cerita" atau "dongeng".[3] Dalam bahasa Melayu dan Indonesia terjadi penyempitan arti semantis menjadi "kata".

Sedangkan Intonasi adalah ; Variasi nada yang menyertai unsur segmental dalam kalimat disebut intonasi. tinggi, yang kemudian dapat membedakan maksud dari suatu kalimat. Kamus Bahasa Indonesia menyebutkan , intonasi adalah lagu kalimat, naik-turun suara, panjang-pendeknya ketika berbicara atau membaca.

 

                Dalam tahun 2021 ini, saya sangat tidak produktif dalam menuangkan pemikiran dan gagasan melalui tulisan. Itulah keunikan menulis, terkadang dalam waktu singkat kita mampu menulis , mengalir dengan cepat menjadi suatu rangkaian tulisan / artikel.  Bisa jadi , karena mesti ada peristiwa yang memicu ide yang layak untuk diulas, bisa kita alami sendiri yang menyentuh perasaan atau bisa juga terjadi di lingkungan sekitar atau hasil dari bincang-bincang dengan orang melalui telepon atau sarana komunikasi lainnya. Seperti judul di atas ; ‘ Kata-kata dan Intonasi ‘, saya peroleh dari diskusi dengan senior Stefano Fan ( saya biasanya memanggil uda Siang ) yang saat ini berdomisili di Australia. Ada pernyataannya bahwa, ‘Masaalah intonasi lebih gampang dimengerti, tetapi kata-kata yang  kurang pantas akan tetap mempunyai arti yg sama”. Uda Siang melanjutkan ceritanya ;Febri, saya  pernah ke Temple-nya Kong hu cu dikota Qufu di provinsi  Shandong.Kong hu cu ini   sekitar Abad ke lima  sebelum masehi. Tepatnya tahun 551 BC-479 BC, sebelum ada agama-agama yang ada saat kini. Saya berbincang-bincang  dengan  pengurus disitu karena ada yang bisa berbahasa Inggris. Saya bertanya apakah  kong hu cu as Religion ? Jawaban mereka , ini  bukan sebagai Organized Religion. Ini lebih kepada Rules for thinking (aturan untuk berfikir}. Living that focus on love and humanity.               Dalam hidup Focus pada cinta dan kemanusiaan . Respect for Elders (Menghormati yang tua ). Self discipline (disiplin pribadi). Menjadi pokok-pokok  pikiran di Cina, Jepang, Korea dan Vietnam.Dan sangat cocok dengan ajaran-ajaran  banyak agama.“What you do not wish for yourself. Do not do to others”

Kalau menurut saya  lebih kepada Philosophy kehidupan , da Siang menutup penjelasannya , lalu saya tanggapi ; ‘ betul da Siang , sejak ada peradaban manusia,agama dalam konteks menyembah sudah dilakukan manusia,karenanya Nabi Ibrahim telah ajarkan tentang katauhidan menyembah pencipta alam semesta. Bagaimana nilai-nilai cinta dan kemanusiaan, saling menghormati, disiplin pribadi dan lain-lain diatur sedemikian rupa agar kedamaian hidup dapat diperoleh.

Keteraturan hidup, itulah pokok-pokok  pikiran ,tentu cocok dengan ajaran-ajaran banyak agama karena sesungguhnya bermuara pada sumber yang sama yaitu dari  Pencipta Alam semesta

 

                Diskusi sempat berkembang pada masalah peranan filosofi dalam menata hubungan sosial dalam masyarakat , terutama dalam bertutur kata dengan memperhatikan intonasi yang pada akhirnya bermuara pada etika kehidupan. Muatan kebencian dalam setiap perbincangan membuat perdebatan dan perbedaan pemikiran menjadi tidak elegant dan berujung pada caci maki, jauh dari filsafat-filsafat yang mereka baca tentang etika dan moral. Sering kita melihat dalam tayangan perdebatan , terjadi saling bentak membentak dengan intonasi seenaknya tanpa dapat saling  menghargai. Terlalu naif memang , menyaksikan yang muda belia, menghardik,menunjuk-nunjuk yang jauh lebih tua darinya hanya untuk menunjukkan kepada publik bahwa dia adalah generasi muda yang lebih cerdas, pengguna akal sehat , lalu dengan arogan menyatakan orang lain  dungu ( QS surat Al-Qalam ayat 10-11 ; Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah , dan suka menghina, suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah).  Menggiring perdebatan pada politik identitas yang pada akhirnya dapat menjadi ancaman terjadinya disintegrasi Bangsa. Sesungguhnya bukan itu tujuan reformasi yang diperjuangkan pada tahun 1998 dan sebelum kita kebablasan terlalu jauh, over dalam bersikap, kita kembali kepada ‘khittah’ filosofi tentang kehidupan yang bermoral , penuh cinta kasih yang menuntun pikiran untuk berpegang pada rules for thinking .

Filosofi hidup adalah pandangan terkait dengan makna hidup atau hal yang menjadi landasan dalam kehidupan kita  dalam berbuat. Apa yang tidak kita inginkan untuk diri kita sendiri, jangan lakukan pada orang lain. ( FSY )