Kelapangan dan Gunting
Oleh ; Febri Satria Yazid
*pemerhati sosial
Beberapa hari lalu, saya menyimak tausiah yang disampaikan oleh KH Ahmad Hatta Lc MA PhD, sang pemilik Kampung Maghfirah . Bogor melalui zoom meeting tentang kelapangan ( Al- Insyirah ), seperti yang difirmankan Allah SWT pada ayat 5 dan 6 surat Al-Insyirah ; "Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan." dan "Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.". Dalam ceramah tersebut, ada pernyataan dari KH Ahamd Hatta Lc MA PhD yang sangat tepat ; “ kamu tidak akan pernah bisa melihat kemudahan , jika tak menempatkan diri lebih tinggi dari masalah”.
Malam ini melalui Youtube, saya menyaksikan dan mendengar bapak J. Haryadi seorang penulis senior, trainer dan host PCTV menguraikan tentang ide menulis bisa muncul berdasarkan apa yang dilihat. Salah satu contoh yang diberikan pak J. Haryadi adalah ketika melihat ‘gunting’ , banyak hal yang terpikirkan, bisa fungsinya , bisa juga peribahasa ; “ menggunting dalam lipatan” yang mempunyai arti seseorang yang secara diam-diam mencelakakan kita atau dengan bahasa lain menikam dari belakang.
Saya ingin mengaitkan kedua topik di atas antara kelapangan yang berkaitan dengan cara kita melihat kemudahan dengan cara menempatkan diri lebih tinggi dari masalah yang kita hadapi terhadap kesulitan yang bersumber dari perilaku orang dekat yang kita percayai, tiba-tiba melakukan pengkhianatan secara diam-diam yang bertujuan untuk mencelakakan kita dengan cara yang luput dari perhatian kita disebabkan kepercayaan kita kepada orang dekat tersebut, sehingga kita tidak menduga dia melakukan aksi “menggunting dalam lipatan”.
"Kelapangan" dan "gunting dalam lipatan" adalah dua istilah yang sering digunakan dalam konteks psikologi dan hubungan in terpersonal. Kelapangan memiliki kejelasan dan konsisten dalam komunikasi dan tindakan seseorang. Orang yang memiliki kelapangan yang tinggi cenderung berkomunikasi secara terbuka, jujur, dan konsisten dalam perilaku, tidak menyembunyikan informasi. Ini membantu menciptakan kepercayaan dan kenyamanan dalam interaksi sosial. Sementara perilaku menggunting dalam lipatan adalah perbedaan antara apa yang seseorang katakan atau tunjukkan di permukaan dan apa yang mereka benar-benar pikirkan atau rasakan di dalam. Orang yang memiliki "gunting dalam lipatan" mungkin menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan apa yang dikatakan, atau mungkin menyembunyikan informasi yang penting dari orang lain. Ini bisa menjadi tanda ketidakjujuran atau kurangnya transparansi dalam hubungan.
Dalam konteks masalah yang mungkin muncul dalam berinteraksi dengan orang kepercayaan kita, kehadiran "gunting dalam lipatan" bisa menjadi hal yang merugikan. Misalnya, jika seseorang secara teratur menunjukkan tanda-tanda kejujuran dan kepercayaan di permukaan, namun pada kenyataannya mereka menyembunyikan informasi penting atau berperilaku bertentangan dengan nilai-nilai yang disampaikan, ini bisa merusak kepercayaan yang ada di antara kedua belah pihak. Ketidakjujuran dan kurangnya konsistensi dapat merusak hubungan, menyebabkan konflik, dan mengurangi tingkat kepercayaan yang ada.
Jika kita menempatkan seseorang yang menggunting dalam lipatan sebagai suatu masalah dan adanya jaminan dari Allah SWT bahwa beserta kesulitan ada kemudahan sebagai suatu kelapangan dalam kita mengatasi pengkhianatan tersebut, berarti kita telah berhasil menempatkan diri kita lebih tinggi dari masalah.
Pernyataan ini mencerminkan prinsip yang dikenal dalam banyak tradisi keagamaan dan filosofis, termasuk dalam Islam, yaitu bahwa ketika seseorang memiliki keyakinan kuat pada Allah SWT dan mempercayai bahwa Dia akan memberikan pertolongan serta kemudahan dalam menghadapi masalah, maka individu tersebut memiliki kelapangan dalam mengatasi pengkhianatan atau kesulitan lainnya. Memberikan kekuatan kepada individu untuk melihat masalah atau pengkhianatan sebagai peristiwa kehidupan yang bisa diatasi. Dengan memiliki keyakinan yang kuat, individu tersebut dapat mengubah perspektifnya terhadap masalah tersebut, memandangnya sebagai bagian dari perjalanan kehidupan yang dapat diatasi dengan bantuan Allah SWT. Memberikan kelapangan kepada individu dalam menghadapi pengkhianatan, tidak merasa terjebak atau putus asa, karena mereka percaya bahwa Allah SWT akan memberikan bantuan dan kemudahan dalam menghadapi masalah tersebut. Ini memberi mereka ketenangan batin dan kekuatan untuk bertindak dengan bijaksana dan sabar dalam mengatasi konsekuensi dari pengkhianatan.
Dalam konteks ini, keimanan dan keyakinan pada Allah SWT memainkan peran penting dalam memberikan kelapangan dan kekuatan untuk menghadapi pengkhianatan atau masalah lainnya. Ini adalah aspek spiritual yang dapat memberikan individu kekuatan, harapan, dan ketenangan dalam menghadapi realitas hidup. Dengan memosisikan diri lebih tinggi dari masalah, yaitu dengan memiliki keyakinan pada jaminan dari Allah SWT, seseorang dapat menghadapi pengkhianatan atau kesulitan lainnya dengan lebih mantap dan tenang. Keyakinan tersebut memberikan kelapangan dalam menghadapi tantangan dan memungkinkan individu untuk mengatasi pengkhianatan dengan keberanian, kebijaksanaan, dan ketenangan batin.
Keyakinan pada jaminan kelapangan dari Allah SWT memang memberi kekuatan kepada seseorang untuk tidak perlu cemas dan takut menghadapi berbagai kesulitan yang disebabkan oleh ketidakistiqomahan orang terdekat dalam memelihara komitmen. Ini karena keyakinan tersebut membawa beberapa implikasi yang memberikan kekuatan kepada individu bahwa kesulitan atau hambatan yang dihadapi adalah bagian dari rencana-Nya. Dalam Islam, ada keyakinan bahwa Allah SWT tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hamba-Nya untuk mengatasinya. Oleh karena itu, seseorang tidak perlu cemas karena yakin bahwa Allah SWT akan memberikan pertolongan dan kemudahan sesuai dengan kehendak-Nya. Memberi kekuatan untuk tidak takut menghadapi kesulitan. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat pada-Nya percaya bahwa Allah SWT adalah pelindung dan pemelihara mereka. Dalam Al-Quran, Allah SWT berjanji untuk selalu menyertai hamba-Nya yang beriman. Dengan demikian, takut terhadap konsekuensi dari ketidakistiqomahan orang terdekat pun berkurang karena percaya bahwa Allah SWT akan memberikan perlindungan dan petunjuk. Tidak perlu merasa cemas atau takut karena percaya bahwa Allah SWT akan memberikan pertolongan dan kemudahan dalam menghadapi setiap kesulitan yang dihadapi. Ini membantu kita untuk tetap tenang dan tegar dalam menghadapi perilaku pengkhianatan dari orang terdekat yang terjadi di luar dugaan kita.
Dalam kehidupan, kita tidak dapat lepas dari kesulitan yang datang dari faktor eksternal. Namun, dengan keimanan yang kuat, kita dapat memperoleh kelapangan dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan tersebut, serta melihat setiap kesulitan sebagai bagian dari perjalanan hidup yang memberi pelajaran bahwa kita senantiasa waspada dalam berinteraksi dengan sesama dan menjadikan apa yang terjadi di alam nyata sebagai guru terbaik, dalam falsafah hidup orang Minangkabau hal ini digambarkan sebagai “alam takambang jadi guru” merupakan falsafah pendidikan masyarakat Minangkabau sebagai dasar pembentukan karakter melalui kearifan lokal yang bersumber dari alam sebagai tempat belajar. Alam merupakan guru yang sebenarnya bagi manusia yang dapat memberikan hikmah dan ikhtiar (Nengsi & Eliza, 2019). (fsy)