Kamis, 28 Maret 2024

Ingatan

 Ingatan

Oleh: Febri Satria Yazid

*Pemerhati Sosial

            "Jangan bangga dengan ingatan yang kuat, karena kau juga akan tersiksa ketika ingin melupakan peristiwa buruk yang mengganggu pikiranmu," demikian quote yang ditulis oleh I Mustika Wayan di akun Instagram-nya. Menjadi seorang dokter bukanlah cita-cita utama bagi Wayan Mustika. Namun, saat ia mengantarkan saudaranya yang sedang jatuh sakit untuk berobat, Wayan Mustika merasa terketuk di pintu hatinya untuk menjadi seorang dokter. "Awalnya saya ingin jadi insinyur. Namun, jelang Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), saya mengantar saudara berobat ke dokter dan harus membayar sekitar Rp 50 ribu untuk berobat. Dokter itu masih keluarga. Di situlah saya berpikir, ternyata berobat itu butuh uang meski dokternya saudara sendiri. Lalu mengapa saya tidak jadi dokter saja biar bisa mengobati orang secara gratis. Besoknya saat UMPTN saya pilih jurusan kedokteran," ucap dia.

            Belajar di dunia kedokteran ternyata membuat Wayan Mustika menemukan apa yang sebenarnya dirinya cari selama ini, yaitu mengenali diri sejati. Ia merasa mempelajari ilmu kedokteran membuat dirinya banyak mengetahui bagaimana tubuh dan pikiran manusia, yang mendorongnya untuk menulis buku sembari bekerja sebagai dokter. Wayan Mustika pun mengaku tidak memahami proses yang dilaluinya selama menulis buku. Namun, ia mengaku semua buku yang ditulisnya adalah hasil dari pertanyaan kritis yang sudah lama menghantuinya. Hingga saat ini, Wayan Mustika sudah menerbitkan 11 buku. Semua proses penulisan buku tersebut ia lakukan di sela-sela kesibukannya sebagai dokter. Setiap ada waktu luang, Wayan Mustika selalu menyempatkan diri untuk menulis.

            Quote I Mustika Wayan di atas sejalan dengan kata bijak populer saat ini bahwa, "kita menjadi bijak bukan oleh ingatan masa lalu, tetapi oleh tanggung jawab kita terhadap masa depan." Mendorong kita untuk tidak hanya terpaku pada kesalahan masa lalu, tetapi juga untuk terlibat secara aktif dalam menciptakan masa depan yang lebih baik melalui tindakan yang bertanggung jawab dan disiplin. Dengan demikian, ingatan yang kuat pada masa lalu tidak menjadi bumerang bagi diri kita dalam menatap masa depan.

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata "ingatan" adalah alat (daya batin) untuk mengingat atau menyimpan sesuatu yang pernah diketahui (dipahami, dipelajari, dan sebagainya). Ingatan berasal dari kata dasar "ingat". Ingatan adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.

             Efek negatif bagi seseorang yang memiliki daya ingat kuat terhadap peristiwa buruk di masa lalu dapat menyebabkan stres emosional berulang. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya kecemasan, depresi, atau PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) terutama jika peristiwa tersebut merupakan pengalaman traumatis. Ingatan yang terus-menerus tentang peristiwa buruk masa lalu juga memicu atau memperburuk kondisi seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres berlebihan dan sering kali membuat seseorang merasa bersalah atau menyesal atas tindakan atau keputusan yang telah diambil. Hal ini bisa menjadi beban emosional yang berat dan mengganggu kesejahteraan mental.

            Terlalu sering mengingat peristiwa buruk masa lalu dapat mengganggu hubungan interpersonal. Seseorang mungkin menjadi tertutup atau defensif, atau bahkan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat karena ketakutan akan terulangnya pengalaman buruk yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi orang yang cenderung terlalu banyak memikirkan, menganalisis, atau mempertimbangkan suatu situasi, masalah, atau keputusan dengan berlebihan sering kali menghasilkan kecemasan, stres, dan ketidakpastian yang tidak perlu. Orang yang cenderung overthinking mungkin terjebak dalam lingkaran pikiran yang berputar-putar, mengulangi pertimbangan yang sama berulang kali tanpa kemajuan yang signifikan dalam pemecahan masalah atau pengambilan keputusan. Mereka mungkin merasa terancam atau takut untuk membuka diri kepada orang lain karena khawatir pengalaman buruk tersebut akan diungkit atau dijadikan bahan olok-olok oleh lingkungan keluarga, teman, maupun lingkungan masyarakat.

            Ingatan terhadap pengalaman buruk masa lalu dapat menciptakan rasa ketidakpercayaan yang mendalam terhadap orang lain. Seseorang mungkin menjadi skeptis terhadap niat baik orang lain atau bahkan menjadi paranoid, yang dicirikan oleh pola pikir atau perilaku seseorang yang dicirikan oleh kecurigaan atau keinginan yang kuat untuk melindungi diri dari kemungkinan bahaya atau kejahatan yang berlebihan. Orang yang paranoid cenderung merasa curiga, tidak percaya, dan waspada terhadap orang lain atau situasi di sekitarnya, bahkan tanpa bukti konkret atau alasan yang jelas, bahwa orang lain akan menyakiti mereka seperti yang dialami pada masa lalu. Ingatan pada peristiwa buruk di masa lalu dapat menyebabkan terjadinya trauma berupa ketakutan yang mendalam akan terulangnya pengalaman buruk tersebut. Hal ini bisa membuat mereka enggan untuk membentuk hubungan dekat dengan orang lain karena takut akan terluka atau disakiti lagi.

            Kesulitan untuk mempercayai dan membuka diri kepada orang lain bisa muncul pada seseorang yang memiliki ingatan yang kuat terhadap peristiwa buruk di masa lalu, yang dapat menghambat kemampuan seseorang untuk membangun hubungan yang sehat dan memuaskan. Mereka mungkin merasa kesulitan untuk mengekspresikan emosi mereka secara terbuka atau untuk membangun ikatan yang kuat dengan orang lain.

            Jika seseorang terlalu banyak membawa beban emosional dari masa lalu ke dalam hubungan saat ini, dapat membebani hubungan tersebut. Seseorang mungkin menjadi lebih sensitif atau mudah tersinggung, dan ini dapat menyebabkan konflik atau ketegangan yang tidak perlu dalam hubungan sosial. Terlalu sering mengingat peristiwa buruk masa lalu dapat menciptakan hambatan-hambatan psikologis yang menghalangi kemampuan seseorang untuk membentuk dan mempertahankan hubungan interpersonal yang sehat dan berkelanjutan.

            Agar segala efek negatif dari ingatan yang kuat terhadap peristiwa buruk masa lalu dapat dieliminir, dalam konteks ini, eliminasi dapat merujuk pada penghilangan pola pikir negatif, kebiasaan buruk, atau faktor lain yang dapat menghambat kemajuan menuju masa depan yang lebih baik. Sebaiknya pikiran kita dapat mengiring diri ke arah positif seperti menjadikan hal tersebut sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan pribadi. Ini bisa memicu refleksi diri yang mendalam dan memotivasi seseorang untuk melakukan perubahan positif dalam kehidupan mereka. Bisa juga memperkuat ketahanan mental seseorang. Ini memungkinkan mereka untuk menghadapi tantangan masa depan dengan lebih baik dan bertahan di bawah tekanan.

             Kegiatan yang sebaiknya dilakukan oleh seseorang yang ingatannya begitu kuat terhadap peristiwa masa lalu agar bisa bangkit meraih masa depan yang lebih baik adalah dengan melakukan terapi psikologis. Terapi ini dapat membantu individu memahami dan mengatasi dampak emosional dari peristiwa traumatis masa lalu. Melakukan latihan meditasi yang dapat membantu seseorang mengembangkan kesadaran diri yang lebih dalam dan mendekatkan diri secara spiritual pada pencipta alam semesta. Belajar untuk melihat peristiwa masa lalu dari sudut pandang yang berbeda dapat membantu meredakan kecemasan dan depresi. Melibatkan diri dalam aktivitas yang menyenangkan dan memberi kebahagiaan dapat membantu mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran negatif dan memperkuat kesejahteraan emosional, seperti kegiatan volunteer ( relawan ), pelatihan, kursus untuk keterampilan diri. Menghindar dari  situasi atau orang-orang yang dapat memicu ingatan akan peristiwa traumatis. Ini dapat membantu individu menghindari stres tambahan dan memungkinkan mereka untuk fokus pada pemulihan mereka. Menulis jurnal atau mencatat pikiran dan perasaan dapat membantu individu memproses emosi mereka dengan lebih baik dan mengidentifikasi pola-pola pikiran yang tidak sehat. Proses pemulihan bisa memakan waktu dan memerlukan kesabaran serta komitmen yang kuat.

            Pengalaman pribadi yang selalu melekat dalam ingatan yang kuat dapat meningkatkan tingkat empati seseorang terhadap orang lain yang mengalami penderitaan serupa. Hal ini dapat membantu dalam memberikan dukungan dan pemahaman kepada orang lain yang sedang mengalami kesulitan. Ingatan yang kuat pada peristiwa masa lalu yang buruk bisa meningkatkan harga diri seseorang. Ketika seseorang berhasil mengatasi tantangan atau kesulitan yang mereka hadapi, ini bisa meningkatkan rasa percaya diri dan kepuasan diri.

            Mengingat peristiwa buruk pada masa lalu bisa memiliki konsekuensi emosional yang kuat, baik positif maupun negatif. Penting bagi seseorang untuk mencari dukungan jika mereka merasa terlalu terbebani oleh ingatan tersebut, dan untuk memanfaatkan pengalaman tersebut sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan pembelajaran. Dengan demikian, kebanggaan pada ingatan yang kuat, tidak lagi menjadi siksaan bagi diri, karena berhasil disikapi dengan baik dengan pola pemikiran positif. (fsy)

Rabu, 13 Maret 2024

Kontemplasi

 

Kontemplasi

Oleh: Febri Satria Yazid

·         Pemerhati sosial

                "Kalaulah Sempat" adalah judul puisi puitis yang beredar dan viral dua hari setelah Prof. Dr. Dipl.Ing. BJ Habibie meninggal dunia pada tanggal 11 September 2019. Siang ini, puisi tersebut muncul lagi di grup WhatsApp, yang menyatakan bahwa puisi tersebut merupakan suara hati almarhum. Padahal, sudah ada klarifikasi oleh Henmaidi yang berdomisili di Padang bahwa itu adalah tulisannya, bukan tulisan atau pidato dari almarhum. "Tulisan itu hanya rekaan, kontemplasi untuk self reminder untuk diambil hikmahnya. Tulisan itu saya tulis tahun 2016. Pertama kali dibagi di awal 2016 melalui WhatsApp untuk berbagi renungan dengan judul “Kalaulah Sempat”, dan sama sekali tidak menyebut tentang almarhum Habibie. Tulisan menjadi viral ketika ada orang lain yang mengopi dan menempelkan gambar almarhum Bapak Habibie, dan tersebar seakan ini adalah tulisan beliau, atau pidato almarhum di Kairo. Isi tulisan itu akan sangat menohok keluarga Pak Habibie, seakan-akan Pak Habibie merasa kesepian dan jauh dari anak cucunya di usia tua. Meski bukan kami yang mengaitkan dengan almarhum, maka saya mohon maaf kepada keluarga besar Bapak Habibie akibat ketidaknyamanan karena beredarnya tulisan itu." Ujar Henmaidi.

Henmaidi pun memberikan bukti postingan lamanya yang juga berupa klarifikasi di tahun 2016. Dengan demikian, klaim bahwa tulisan “Kalaulah Sempat” merupakan tulisan BJ Habibie merupakan klaim yang salah. Tulisan versi aslinya ada pada link berikut.

Penjelasan Henmaidi mengenai niat dia untuk melakukan kontemplasi melalui puisi tersebut sebagai self reminder, menginspirasi saya untuk menulis tentang pentingnya kontemplasi sebagai suatu bentuk refleksi mendalam atau pemikiran yang mendalam dan terfokus. Ini melibatkan pengamatan atau pertimbangan penuh perhatian terhadap suatu ide, konsep, atau situasi. Kontemplasi sering kali terkait dengan proses introspeksi, di mana seseorang mencoba untuk memahami dan merenungkan makna hidup, nilai-nilai, atau pengalaman pribadi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kontemplasi memiliki arti renungan, dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh. Aktivitas kontemplatif dapat melibatkan meditasi, itikaf mengisolasi diri atau memisahkan diri dari hal-hal yang mengganggu konsentrasi dalam beribadah, pengamatan diam, atau pertimbangan filosofis. Tujuannya adalah untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam atau mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang suatu hal. Kontemplasi juga dapat menjadi cara untuk mengeksplorasi aspek spiritual atau mencari makna dalam kehidupan. Eksplorasi sering dimulai dengan merumuskan pertanyaan mendalam mengenai suatu topik. Pertanyaan ini dapat membimbing proses kontemplasi dan mendorong pemikiran yang lebih mendalam.

Misalnya, situasi kontemplatif dalam mengatasi konflik interpersonal dimulai dengan pertanyaan yang mendalam, "Mengapa saya merasa konflik ini begitu sulit? Apa yang mendasari perasaan saya?". Selama kontemplasi, individu tersebut mengamati pikiran dan perasaan mereka terkait dengan konflik tersebut. Saya mencatat ketegangan fisik, emosi yang muncul, dan pikiran-pikiran yang berkembang, merenungkan motif atau nilai-nilai yang mungkin menjadi dasar konflik tersebut, mencoba memahami apakah ada nilai-nilai yang bertentangan atau apakah ada ketidaksetujuan mendasar. Individu mungkin menggunakan meditasi untuk menenangkan pikiran. Melalui meditasi, yang bersangkutan dapat meresapi perasaan mereka tanpa menilai atau bereaksi secara impulsif yang cenderung bertindak secara spontan, tanpa mempertimbangkan konsekuensi atau merenungkan pilihannya. Keputusan impulsif sering kali dipicu oleh dorongan emosional atau hasrat sesaat tanpa memikirkan akibat jangka panjang.

Ketika seseorang menghadapi konflik internal seperti merasa kesepian dan merasa hidup tidak berguna, kontemplasi dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk menjelajahi dan memahami lebih dalam perasaan-perasaan tersebut, dengan pendekatan kontemplatif berupa pertanyaan yang mendalam; "Mengapa saya merasa kesepian?" atau "Apa yang memberikan makna pada hidup saya?" Lalu amati perasaan kesepian dan ketidakbergunaan dengan penuh perhatian. Catat perasaan, pikiran, dan sensasi yang muncul tanpa menilai atau menolaknya. Renungkan tentang peristiwa-peristiwa atau perubahan dalam hidup kita yang mungkin telah memicu perasaan ini.

Tetap terbuka terhadap wawasan atau perspektif baru yang mungkin muncul selama kontemplasi. Pertimbangkan apakah ada kemungkinan untuk mengubah cara kita melihat diri sendiri dan makna hidup. Ini bisa menemukan kegiatan atau hubungan sosial baru, menetapkan tujuan baru, atau mengeksplorasi aspek-aspek kehidupan yang belum kita gali.

Jika perasaan kesepian dan ketidakbergunaan terus berlanjut, pertimbangkan untuk mencari bantuan profesional. Psikoterapi atau konselor dapat membantu diri menjelajahi lebih lanjut dan memberikan dukungan dalam mengatasi konflik internal.

Melalui kontemplasi yang penuh perhatian dan terarah, seseorang dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang perasaan-perasaan tersebut dan mencari cara-cara untuk mengatasi konflik internal yang mungkin memengaruhi kesejahteraan emosional dan psikologis.

Melalui eksplorasi, seseorang dapat mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang sumber konflik, membangun empati terhadap pihak lain, dan mencari solusi yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini. Eksplorasi dalam kontemplasi dapat membantu seseorang mengatasi konflik dengan cara yang konstruktif dan mendukung pertumbuhan pribadi serta hubungan yang lebih sehat. Eksplorasi dalam kontemplasi membutuhkan pengamatan penuh perhatian terhadap pikiran, perasaan, atau pengalaman yang sedang dipertimbangkan. Ini melibatkan kesadaran terhadap setiap detail atau nuansa yang muncul.

Merenung adalah kebiasaan yang bisa dikembangkan. Lakukan secara rutin untuk memperkuat ketenangan dan kedalaman pemahaman terhadap kehidupan. Melalui praktik merenung yang terarah, kita dapat mengembangkan kebijaksanaan dan penerimaan terhadap realitas kehidupan, serta menemukan kedamaian dalam setiap fase yang telah digariskan oleh Maha Pencipta. Ini adalah perjalanan pribadi yang membantu membangun hubungan yang lebih dalam dengan diri sendiri dan dunia sekitar. (fsy)