Selasa, 30 Agustus 2022

Absurd

 

Absurd

Oleh ; Febri Satria Yazid

*pemerhati sosial

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata absurd/ab·surd/ a mempunyai pengertian  tidak masuk akal atau  mustahil. Kata absurd berhubungan dengan suatu paham yang disebut absurdisme. Absurdisme adalah suatu paham atau aliran kepercayaan bahwa manusia yang berusaha mencari arti dari kehidupan akan berakhir dengan kegagalan dan manusia akan cenderung untuk melakukan hal tersebut sebagai suatu yang absurd (tidak masuk akal, konyol, dan mustahil). Hidup merupakan sebuah misteri dan selalu ada fluktuasi dalam setiap perjalannya. Fluktuasi perjalan hidup  dengan berbagai realitas yang dialami manusia inilah yang mengiring pikiran manuasi bahwa  hidup ini memiliki hal yang absurd,baik bagi kalangan generasi muda, maupun  yang sudah menjadi orang tua, kadang sulit dan harus melewati banyak perjalanan hidup untuk memaknai sebuah peristiwa kehidupan.

Menurut  Fahruddin Faiz  tipe manusia ideal  adalah yang berani menerima situasi dan menghadapi situasi (berdikari), dia siap hidup dan siap untuk mati , siap menghadapi tantangan tidak terlalu gelisah jika hidup yang dilalui tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dia susun sedemikian rupa, jauh dari kekecewaan apalagi melakukan upaya bunuh diri,  karena keyakinan yang kuat bahwa kehidupan ini telah ada yang mengatur , yang senantiasa memberikan kejadian terbaik bagi umatNya.

Menurut Camus, seorang filsuf Perancis di abad ke 20, di satu sisi, orang bisa menghabisi nyawanya karena kehilangan makna hidup. Di sisi lain, orang bisa juga kehilangan nyawanya demi keyakinannya akan kehidupan. Ini sangat paradoks,  Alasan untuk hidup ternyata dapat menjadi alasan terjitu untuk kehilangan nyawa. Dalam kesusatraan, absurdisme berkaitan dengan sesuatu hal yang tidak bisa dijelaskan dengan nalar atau logika, umumnya bersifat mustahil atau tidak masuk akal. Contohnya seperti kehidupan atau peristiwa imajinatif yang berasal dari alam bawah sadar diri seseorang, ketika menurunnya aktivitas dalam pikiran sadar yang ditandai dengan tidak aktifnya pusat penyaringan informasi  sehingga sugesti cepat masuk ke dalam pikiran bawah sadar. Jadi pada saat kondisi begini, kita dapat melakukan pemrograman pikiran untuk perkembangan dan peningkatan kualitas hidup. Albert Camus berpikiran bahwa hidup itu absurd. Karena baginya, kehidupan itu pada dasarnya tidak  memiliki makna dan tujuan tertentu, makanya hidup itu absurd , tidak mempunyai kejelasan. Menurut Camus, ketidakbermaknaan yang tersembunyi dalam hidup menyatakan bahwa keberadaan manusia itu absurd. Camus seorang filsuf Perancis berpendapat bahwa refleksi-refleksi religius tidaklah mengesankan orang yang mau mencari pendalaman yang paling dalam melalui refleksi yang ketat dan rasional. Sikap yang timbul dari orang yang religius adalah reaktif, emosional, dan tidak mencerminkan kreativitas dan orisinalitas di dalam butir-butir pemikirannya. Manusia yang berusaha mencari makna dalam hidup justru sering berjumpa dengan kenyataan hidup yang datar dan kaku. Baginya, absurditas merepresentasi kondisi faktual manusia. Bagi kaum yang pesimis misalnya, hidup dianggap tidak memiliki makna dan tujuan, bahkan penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan. Beberapa pemikir dari kelompok ini menyebut hidup sebagai “lelucon yang mengerikan”  atau “tipuan dungu” , sehingga mereka berkesimpulan buat apa hidup jika harus dilalui dan diakhiri secara mengerikan, seperti melalui peristiwa tsunami yang mencekam, menakutkan , dihempaskan oleh air laut yang naik ke permukaan bumi dengan dahsyatnya , memporak porandakan apa saja yang ada di permukaan bumi dan bagi manusia yang dihantam badai tsunami ini  dapat  berujung pada kehilangan nyawa dengan cara yang sangat mengerikan  Bukankah lebih baik mati tanpa melalui cara yang menakutkan  atau jika harus memilih, lebih baik tidak pernah ada atau tidak pernah hidup, dan puas dengan “damainya ketiadaan yang serba berkecukupan”. Tidak sedikit para penganut setia dari kaum pesimis ini akhirnya memilih untuk bunuh diri. Mereka menyebutnya sebagai “bunuh diri filosofis”. Pada sekitar satu dekade lalu, tingkat bunuh diri filosofis ini cukup tinggi di negara-negara sejahtera, hal ini menunjukkan penyebab bunuh diri tidaklah semata karena kemiskinan hidup, tetapi lebih disebabkan karena kegagalan dalam memaknai kehidupan dan terjerumus pada paham bahwa kehidupan ini adalah absurd.

Merupakan kehormatan bagi manusia ketika ia terus menjaga hasratnya yang menggebu untuk mendapatkan ‘kejelasan’ di tengah banyak problem hidup yang tak rasional. Ketajaman pandangan yang terus dipelajari dan diyakini tentang makna hidup akan melahirkan kebahagiaan berlimpah. Manusia terhormat tidak pernah pesimis dalam menyikapi peristiwa kehidupan, baginya yang dia alami adalah hal terbaik yang dianugerahkan Sang Pencipta Kehidupan untuknya yang diterima dengan suka cita dan penuh rasa syukur. Tidak pernah singgah rasa benci terhadap sesuatu kejadian yang boleh jadi menurut sudut pandangan manusia adalah suatu hal yang buruk.

Nurcholish Madjid (1939-2005) adalah santri dan cendekiawan Muslim. Dalam perspektif Islam, menurut Cak Nur, orientasi atau tujuan hidup Muslim adalah untuk bertemu (liqā) dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dalam ridha-Nya. Sedangkan makna hidup manusia didapatkan dalam usaha penuh kesungguhan (mujāhadah) untuk mencapai tujuan itu, dengan cara apa? Melalui iman kepada Tuhan dan amal bajik bagi sesama. Jelaslah bagi Cak Nur bahwa hidup memiliki makna dan orientasi, bahkan orientasi yang amat luhur dan transenden, yakni kepasrahan kepada Allah semata. Dalam menjalani hidup, yang sering kali tidak masuk akal ini, Nabi mengajarkan kaum Muslim untuk membaca tasbih (Subhānallāh), tahmid (alhamdu lillāh), dan takbir (Allāhu akbar) setelah selesai shalat wajib (fardhu). Zikir ini, menurut Cak Nur, memiliki makna filosofis yang amat mendalam. Ucapan Subhānallāh misalnya, memiliki arti bahwa Allah Maha Suci atau Maha Bebas dari setiap pikiran kita yang negatif tentang Dia. Allah Maha Suci, bermakna bahwa Dia tidak mungkin menciptakan alam, manusia dan hidup mereka secara sia-sia alias tanpa makna. Hidup ini bukan hanya penuh makna tapi juga indah, terlalu naif jika tidak kita lalui dengan suka cita.

Dari urain di atas, kita peroleh pembelajaran dari  dua sisi pandang kehidupan yaitu kehidupan   pesimis yang melahirkan  “pemberontakan filosofis” terhadap hidup yang absurd menurut filosof Albert Camus  dan  dari Cak Nur kita menimba harapan dan optimisme  penuh tentang kehidupan atas nasib dan masa depan kita . Cak Nur ingin menegaskan bahwa Allah, Tuhan umat manusia itu, adalah Maha Kasih dan Maha Pemurah, bukan Maha Kejam. Manusia dianugerahi berbagai kecerdasan untuk mampu berpikir mendalam (hikmah) atas setiap fenomena dan kejadian di jagad semesta ini.  Karenanya amatlah aneh jika dalam menjalani kehidupan ini manusia sampai pusing tujuh keliling, memikirkan arti kehidupan padahal Sang Pemberi Kehidupan sudah menegaskan  bahwa hidup ini hanyalah senda gurau belaka (fsy)