Kamis, 10 November 2022

Aktualisasi Diri

 

Aktualisasi Diri

Oleh Febri Satria Yazid

·         Pemerhati sosial

 

Proses untuk menjadi segala sesuatu yang seseorang mampu menjadi sesuatu menuju prestasi puncak  merupakan sesuatu yang dipengaruhi banyak aspek dalam kehidupan. Banyak kita lihat seseorang gagal meraih sesuatu yang malah sudah di depan mata atau sesungguhnya secara hak telah dianugerahkan kepadanya tetapi tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya atau yang lebih ekstrim melepaskan sesuatu yang telah diraih yang tidak semua orang peroleh kesempatan tersebut disebabkan keterbatasan dirinya dalam memahami dan memaknai pentingnya meraih prestasi puncak dimana yang bersangkutan punya kesempatan untuk mewujudkan aktualisasi dirinya. Kebutuhan aktualisasi diri ini juga termasuk di dalam kelompok yang merupakan suatu kebutuhan yang akan ingin berkembang serta juga berubah yang mana individu tersebut ingin mengalami transformasi , kemudian menjadi lebih bermakna. Individu beraktualisasi ini memiliki/mempunyai suatu nilai seperti halnya kemandirian, kejujuran dalam menilai diri, totalitas dalam mewujudkan sesuatu, kesederhanaan, kesempurnaan, perasaan hidup,  ,membutuhkan sedikit usaha dalam mengatasi keadaan terutama dalam menaklukan diri sendiri. Pengaruh keluarga di dalam pembentukan aktualisasi diri anak juga sangat berarti. Banyak faktor di dalam keluarga yang ikut berpengaruh di dalam proses perkembangan anak. Salah satu dari faktor dalam keluarga yang berperan penting di dalam pengaktualisasian diri ialah pada praktik pengasuhan anak. Lingkungan masyarakat juga berpengaruh terhadap upaya di dalam mewujudkan aktualisasi diri. Aktualisasi diri bisa atau dapat dilakukan apabila lingkungan mengizinkannya. Lingkungan ini ialah salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan serta perkembangan perilaku individu, baik itu lingkungan fisik atau lingkungan sosio-psikologis.

Menurut Maslow (1987)  Pengertian aktualisasi diri ini ialah penggunaan serta pemanfaatan  kapasitas, penuh bakat, potensi yang dipunyai oleh manusia untuk kemudian memenuhi kebutuhan diri tersebut. Menurut Schultz (1991) Pengertian aktualisasi diri ini ialah suatu kebutuhan individu di dalam mewujudkan dirinya yakni sebagai apa yang ada dalam kemampuannya atau juga kebutuhan individu di dalam menjadi apa saja menurut potensi yang dipunyainya. Ada banyak lagi pengertian tentang aktualisasi diri yang dikemukan oleh para ahli yang substansinya mirip tentang suatu proses dalam meraih prestasi puncak dalam kehidupan individu.

          Beberapa bulan terakhir ini, saya mencermati bagaimana seseorang melihat peluang yang memberinya nilai tambah menuju puncak prestasi dan mengaktualisasikan dirinya. Ada yang ogah-ogahan menerima amanah yang telah diberikan kepada dirinya, ada yang melepaskan sesuatu yang telah diraihnya, ada yang melihat peluang dari situasi yang terjadi lalu memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya dan lingkungan memuji langkah berani yang dilakukannya dalam meraih puncak prestasi menuju aktualisasi diri, ada yang dengan seksama memonitor terus peluang dari keinginan yang mau dia raih dan akhirnya peluang itu datang menghampiri. Semua peristiwa yang saya saksikan  memberi pembelajaran bagaimana menjemput peluang, bagaimana memanfaatkan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya melalui  kemandirian sifat, keindahan perilaku,kejujuran pada diri, kebaikan, yang bersinergi dalam diri individu dalam memanfaatkan peluang menjadi nyata dengan tetap membutuhkan sedikit usaha dan kreatifitas,  sebuah sikap yang diharapkan ada di orang yang ingin  mewujudkan aktualisasi diri. Merupakan suatu kemampuan manusia melihat hidup itu lebih jernih, melihat hidup apa adanya dan juga bukan menurutkan keinginan yang logis dan membumi , tidak merupakan hal yang utopia. Kemampuan melihat secara lebih efisien, dan juga menilai dengan secara lebih tepat,  manusiawi  ternyata merembes pula ke banyak bidang kehidupan lainnya. Aktualisasi diri manusia tersebut dapat atau bisa digambarkan yakni sebagai relatif spontan pada perilaku serta jauh lebih spontan daripada di kehidupan batin, pikiran. Orang yang mengaktualisasikan diri kemudian akan mempunyai perasaan yang menyatu dengan alam. Ia akan merasa tidak terdapat suatu batas atau sekat antara dirinya dengan  alam semesta. Artinya, orang ini yang mampu untuk mengaktualisasikan diri terbebas dari adanya sekat berupa bahasa, agama, suku, keraguan, ketakutan,dan lain sebagainya. Mampu melihat realitas secara lebih efisien. Sikap ini kemudian akan membuat seseorang itu untuk mampu mengenali kecurangan, kepalsuan, kebohongan, yang dilakukan orang lain, juga mampu untuk menganalisis dengan secara kritis, logis serta juga mendalam terhadap segala fenomena alam serta kehidupan. Orang yang sudah atau telah mengaktualisasikan dirinya akan melihat orang lain seperti melihat dirinya sendiri yang penuh dengan kekurangan serta kelebihan. Sifat itu akan menghasilkan suatu sikap toleransi yang tinggi kepada orang lain serta juga kesabaran yang tinggi di dalam menerima diri sendiri maupun orang lain.Orang yang mengaktualisasikan dirinya dengan baik dan benar ditandai dengan segala bentuk tindakan, perilaku serta gagasannya dilakukan dengan secara spontan, wajar, serta kemudian tidak dibuat-buat. Orang yang mampu dalam mengaktualisasikan diri yakni dengan seluruh pikiran, gagasannya, serta juga perilakunya serta juga bukan didasarkan untuk kebaikan dirinya saja, namunjuga didasarkan terhadapatapa kebaikan serta juga kepentingan yang dibutuhkan oleh umat manusia. Orang yang sudah atau pun telah mencapai aktualisasi diri tersebut juga tidak menggantungkan diri di suatu lingkungan tertentu, ia bisa atau dapat melakukan apa saja juga di mana pun saja tanpa adanya pengaruh oleh lingkungan baik itu situasi serta juga kondisi disekitarnya. Orang yang mampu di dalam mengaktualisasikan diri tersebut mempunyai kecenderungan di dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Hubungan interpersonal ini tidak didasari oleh perasaan cinta, kasih sayang, serta juga kesabaran meski orang itu mungkin saja tidak cocok dengan perilaku masyarakat yang ada di sekelilingnya. Orang yang mampu di dalam mengaktualisasikan diri itu memiliki sifat demokratis. Sifat tersebut dimanifestasikan yakni dengan perilaku yang tidak membedakan orang lain dengan berdasarkan golongan, suku, ras, etis, agama, partai, status sosial-ekonomi serta  lain sebagainya.Perasaan ragu serta juga takut mengungkapkan potensi diri, sehingga kemudian potensinya tidak dapat atau bisa terus berkembang. Potensi diri, ini merupakna modal yang perlu untuk diketahui, digali serta juga untuk Budaya masyarakat yang tidak mensuport/mendukung upaya dalam aktualisasi potensi diri seseorang disebabakan karna perbedaan karakter. Pada kenyataannya, lingkungan masyarakat tersebut tidak sepenuhnya menunjang upaya dalam aktualisasi diri warganya.

          Dari alam yang terbentang kita dapat belajar banyak tentang bagaimana menyikapi hidup, memahami pertarungan hidup yang terus berlangsung, mau bertarung dan gigih serta dengan kreatifitas yang tinggi dalam mencapai titik puncak pencapaian hidup ,meraih aktualisasi diri. Betapa banyak manusia yang gigih, berusaha memenuhi segala persyaratan agar  raih aktualisasi diri gagal mewujudkannya , apatah lagi jika kita ogah-ogahan dalam meraih aktualisasi diri(fsy)

   

 

 

 

 

Jumat, 16 September 2022

Terpasung

·         Febri Satria Yazid

*pemerhati sosial

 

Sinonim / persamaan kata terpasung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah terbelenggu, terjebak, terkekang, terkungkung, terkurung, terpenjara, terperangkap, tersekap.

                Sudah sering kita membaca, mendengar atau memperoleh nasehat tentang hal-hal yang perlu diperhatikan saat memilih pasangan hidup, mulai dari pesan Rasulullah SAW agar masing-masing memperhatikan 4 hal  yaitu kekayaan, keturunan , kecantikan/ketampanan dan yang utama adalah agamanya ( untuk agama ini , perlu juga kehati-hatian dengan maraknya berbagai aliran yang dalam pemahamannya bisa berbeda dan jadi pemicu konflik dalam kehidupan berumahtangga) dan untuk keempat hal tersebut perlunya keadaan yang sekufu (Kafâ`ah atau kufu` dalam perkawinan menurut hukum Islam yaitu keseimbangan atau keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan atau laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dengan kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat). Kemudian oleh beberapa ahli agama, psikologi, dan unsur disiplin ilmu lainnya yang berkaitan dengan kehidupan dalam berumahtangga nasehat Rasulullah SAW ini dikembangkan lagi dengan bahasa yang lebih sederhana dan dirinci agar lebih mudah dipahami dalam mewujudkannya, seperti pentingnya mengetahui karakter yang baik yaitu  kepribadian yang mempunyai perilaku yang memenuhi nilai-nilai dan kriteria ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, tidak egois, punya komitmen yang kuat  dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap dan sudah permanen. Selain itu perlu dicermati tentang  kestabilan emosi yaitu  kondisi atau keadaan emosi seseorang yang benar-benar kokoh, tidak cepat mengalami perubahan, dan tidak mudah berbalik atau terganggu terhadap gangguan atau rangsangan dari lingkungan dalam periode sebelumnya, seperti; cemas, marah, sedih, atau putus asa. Memiliki emosi yang matang akan memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak mudah berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain. Emosi yang stabil dan positif antara lain adalah hidup tenang, tidak mudah tersinggung, tidak cemas, tidak sedih, tidak lekas marah, tidak iri hati dan dengki (sifat ini sangat berbahaya karena dapat berujung kepada tindak kejahatan akibat tidak dapat menerima  pencapaian atau keberhasilan orang lain atau dirinya merasa tersaingi ,sifat ini tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi bisa merugikan orang lain dalam bentuk tindak kejahatan ).

Persyaratan lain yang belakangan menjadi perhatian khusus dalam memilih pasangan adalah mencari tahu riwayat kesehatannya , tentu saja tujuan utamanya adalah untuk mengetahui sejak dini kondisi  kesehatan secara detail dari masing-masing pasangan untuk kemudian menyikapi kenyataan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, misalnya salah satu pasangan mandul, mempunyai penyakit yang perlu penanganan khusus dalam jangka waktu panjang, yang dapat berdampak mesti menunggu pemulihan kesehatannya untuk baru bisa mempunyai keturunan, misalnya . Jika kondisi kesehatan telah diketahui oleh masing-masing, mereka tinggal menyepakati hubungan diteruskan ke jenjang pernikahan atau dengan ikhlas mengakhirinya.  

Sisi lain yang tidak kalah penting yang perlu dicermati adalah tentang kemerdekaan kedua individu yang mau menjalani kehidupan berumahtangga, merdeka dari penjara mental, yang mengakibatkan terbelenggunya pasangan dalam menjalani kehidupan ,tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh dan tekanan pihak lain, bisa dari mertua, bisa dari pihak lain yang merasa telah punya banyak peran dan pengaruh kepada salah satu pasangan  atau karena faktor lain yang menyebabkan yang bersangkutan harus tunduk pada keadaan yang terjadi. Intinya pihak ketiga  merasa punya hak untuk mengatur dan campur tangan dalam rumah tangga kita. Bahkan lebih dari sekedar camour tangan ,malah ada yang mendikte tentang Langkah-langkah yang mesti dilakukan. Tidak sedikit kehiudpan rumah tangga berantakan karena faktor ini, meski sesungghuhnya kedua pasangan masih saling mencintai. Hal yang menggerikan tentunya .

Nasehat  Rasulullah SAW, teori-teori dari para ahli ilmu psikologi dan pengalaman-pengalaman yang kita pelajari dan lihat ( alam terbentang jadi guru ) dari mereka yang alami nasib tidak merdeka dalam menentukan jalan kehidupan sendiri, dapat kita pedomani agar tidak alami nasib yang sama, kehilangan kebahagiaan hidup yang sebetulnya dapat kita peroleh jika mampu melepaskan diri dari keterpasungan dan itu sama saja dengan kita telah ‘mati’ sebelum mati. (fsy)

 

Selasa, 30 Agustus 2022

Absurd

 

Absurd

Oleh ; Febri Satria Yazid

*pemerhati sosial

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata absurd/ab·surd/ a mempunyai pengertian  tidak masuk akal atau  mustahil. Kata absurd berhubungan dengan suatu paham yang disebut absurdisme. Absurdisme adalah suatu paham atau aliran kepercayaan bahwa manusia yang berusaha mencari arti dari kehidupan akan berakhir dengan kegagalan dan manusia akan cenderung untuk melakukan hal tersebut sebagai suatu yang absurd (tidak masuk akal, konyol, dan mustahil). Hidup merupakan sebuah misteri dan selalu ada fluktuasi dalam setiap perjalannya. Fluktuasi perjalan hidup  dengan berbagai realitas yang dialami manusia inilah yang mengiring pikiran manuasi bahwa  hidup ini memiliki hal yang absurd,baik bagi kalangan generasi muda, maupun  yang sudah menjadi orang tua, kadang sulit dan harus melewati banyak perjalanan hidup untuk memaknai sebuah peristiwa kehidupan.

Menurut  Fahruddin Faiz  tipe manusia ideal  adalah yang berani menerima situasi dan menghadapi situasi (berdikari), dia siap hidup dan siap untuk mati , siap menghadapi tantangan tidak terlalu gelisah jika hidup yang dilalui tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dia susun sedemikian rupa, jauh dari kekecewaan apalagi melakukan upaya bunuh diri,  karena keyakinan yang kuat bahwa kehidupan ini telah ada yang mengatur , yang senantiasa memberikan kejadian terbaik bagi umatNya.

Menurut Camus, seorang filsuf Perancis di abad ke 20, di satu sisi, orang bisa menghabisi nyawanya karena kehilangan makna hidup. Di sisi lain, orang bisa juga kehilangan nyawanya demi keyakinannya akan kehidupan. Ini sangat paradoks,  Alasan untuk hidup ternyata dapat menjadi alasan terjitu untuk kehilangan nyawa. Dalam kesusatraan, absurdisme berkaitan dengan sesuatu hal yang tidak bisa dijelaskan dengan nalar atau logika, umumnya bersifat mustahil atau tidak masuk akal. Contohnya seperti kehidupan atau peristiwa imajinatif yang berasal dari alam bawah sadar diri seseorang, ketika menurunnya aktivitas dalam pikiran sadar yang ditandai dengan tidak aktifnya pusat penyaringan informasi  sehingga sugesti cepat masuk ke dalam pikiran bawah sadar. Jadi pada saat kondisi begini, kita dapat melakukan pemrograman pikiran untuk perkembangan dan peningkatan kualitas hidup. Albert Camus berpikiran bahwa hidup itu absurd. Karena baginya, kehidupan itu pada dasarnya tidak  memiliki makna dan tujuan tertentu, makanya hidup itu absurd , tidak mempunyai kejelasan. Menurut Camus, ketidakbermaknaan yang tersembunyi dalam hidup menyatakan bahwa keberadaan manusia itu absurd. Camus seorang filsuf Perancis berpendapat bahwa refleksi-refleksi religius tidaklah mengesankan orang yang mau mencari pendalaman yang paling dalam melalui refleksi yang ketat dan rasional. Sikap yang timbul dari orang yang religius adalah reaktif, emosional, dan tidak mencerminkan kreativitas dan orisinalitas di dalam butir-butir pemikirannya. Manusia yang berusaha mencari makna dalam hidup justru sering berjumpa dengan kenyataan hidup yang datar dan kaku. Baginya, absurditas merepresentasi kondisi faktual manusia. Bagi kaum yang pesimis misalnya, hidup dianggap tidak memiliki makna dan tujuan, bahkan penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan. Beberapa pemikir dari kelompok ini menyebut hidup sebagai “lelucon yang mengerikan”  atau “tipuan dungu” , sehingga mereka berkesimpulan buat apa hidup jika harus dilalui dan diakhiri secara mengerikan, seperti melalui peristiwa tsunami yang mencekam, menakutkan , dihempaskan oleh air laut yang naik ke permukaan bumi dengan dahsyatnya , memporak porandakan apa saja yang ada di permukaan bumi dan bagi manusia yang dihantam badai tsunami ini  dapat  berujung pada kehilangan nyawa dengan cara yang sangat mengerikan  Bukankah lebih baik mati tanpa melalui cara yang menakutkan  atau jika harus memilih, lebih baik tidak pernah ada atau tidak pernah hidup, dan puas dengan “damainya ketiadaan yang serba berkecukupan”. Tidak sedikit para penganut setia dari kaum pesimis ini akhirnya memilih untuk bunuh diri. Mereka menyebutnya sebagai “bunuh diri filosofis”. Pada sekitar satu dekade lalu, tingkat bunuh diri filosofis ini cukup tinggi di negara-negara sejahtera, hal ini menunjukkan penyebab bunuh diri tidaklah semata karena kemiskinan hidup, tetapi lebih disebabkan karena kegagalan dalam memaknai kehidupan dan terjerumus pada paham bahwa kehidupan ini adalah absurd.

Merupakan kehormatan bagi manusia ketika ia terus menjaga hasratnya yang menggebu untuk mendapatkan ‘kejelasan’ di tengah banyak problem hidup yang tak rasional. Ketajaman pandangan yang terus dipelajari dan diyakini tentang makna hidup akan melahirkan kebahagiaan berlimpah. Manusia terhormat tidak pernah pesimis dalam menyikapi peristiwa kehidupan, baginya yang dia alami adalah hal terbaik yang dianugerahkan Sang Pencipta Kehidupan untuknya yang diterima dengan suka cita dan penuh rasa syukur. Tidak pernah singgah rasa benci terhadap sesuatu kejadian yang boleh jadi menurut sudut pandangan manusia adalah suatu hal yang buruk.

Nurcholish Madjid (1939-2005) adalah santri dan cendekiawan Muslim. Dalam perspektif Islam, menurut Cak Nur, orientasi atau tujuan hidup Muslim adalah untuk bertemu (liqā) dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dalam ridha-Nya. Sedangkan makna hidup manusia didapatkan dalam usaha penuh kesungguhan (mujāhadah) untuk mencapai tujuan itu, dengan cara apa? Melalui iman kepada Tuhan dan amal bajik bagi sesama. Jelaslah bagi Cak Nur bahwa hidup memiliki makna dan orientasi, bahkan orientasi yang amat luhur dan transenden, yakni kepasrahan kepada Allah semata. Dalam menjalani hidup, yang sering kali tidak masuk akal ini, Nabi mengajarkan kaum Muslim untuk membaca tasbih (Subhānallāh), tahmid (alhamdu lillāh), dan takbir (Allāhu akbar) setelah selesai shalat wajib (fardhu). Zikir ini, menurut Cak Nur, memiliki makna filosofis yang amat mendalam. Ucapan Subhānallāh misalnya, memiliki arti bahwa Allah Maha Suci atau Maha Bebas dari setiap pikiran kita yang negatif tentang Dia. Allah Maha Suci, bermakna bahwa Dia tidak mungkin menciptakan alam, manusia dan hidup mereka secara sia-sia alias tanpa makna. Hidup ini bukan hanya penuh makna tapi juga indah, terlalu naif jika tidak kita lalui dengan suka cita.

Dari urain di atas, kita peroleh pembelajaran dari  dua sisi pandang kehidupan yaitu kehidupan   pesimis yang melahirkan  “pemberontakan filosofis” terhadap hidup yang absurd menurut filosof Albert Camus  dan  dari Cak Nur kita menimba harapan dan optimisme  penuh tentang kehidupan atas nasib dan masa depan kita . Cak Nur ingin menegaskan bahwa Allah, Tuhan umat manusia itu, adalah Maha Kasih dan Maha Pemurah, bukan Maha Kejam. Manusia dianugerahi berbagai kecerdasan untuk mampu berpikir mendalam (hikmah) atas setiap fenomena dan kejadian di jagad semesta ini.  Karenanya amatlah aneh jika dalam menjalani kehidupan ini manusia sampai pusing tujuh keliling, memikirkan arti kehidupan padahal Sang Pemberi Kehidupan sudah menegaskan  bahwa hidup ini hanyalah senda gurau belaka (fsy)