Kamis, 20 Agustus 2020

Kebosanan

 

Kebosanan

Oleh ; Febri Satria Yazid

*pemerhati sosial

 

Sejak akhir bulan Februari 2020, tatanan kehidupan manusia berubah drastis. Wabah virus covid 19 telah memporak porandakan segalanya, mulai dari kebiasaan hidup, tata cara menjalani kehidupan dengan berbagai regulasi telah mengekang manusia, bahkan untuk berhubung dengan dunia luar, manusia sempat dilarang bebarapa bulan . Perubahan drastis dan dalam rentang waktu yang lama berbulan-bulan membuat manusia berada pada kondisi membosankan .  Dalam penggunaan konvensional, kebosanan adalah keadaan emosional atau psikologis yang dialami saat seseorang dibiarkan tanpa sesuatu yang khusus dilakukan, tidak tertarik pada lingkungannya, atau merasa bahwa hari atau periode membosankan. Hal ini juga dipahami oleh para ilmuwan sebagai fenomena modern yang memiliki dimensi budaya. 'Tidak ada definisi kebosanan yang diterima secara universal,tapi apa pun itu, para periset berpendapat, ini bukan sekadar nama lain untuk depresi atau apatis'. Menurut BBC News, kebosanan bisa menjadi keadaan berbahaya dan mengganggu pikiran yang merusak kesehatan kita,  namun penelitian menyatakan  bahwa tanpa kebosanan kita tidak dapat mencapai prestasi kreatif . Dalam momen-momen kosong, otak kita bisa menyatukan ide-ide yang terserak, dan kemungkinan menghasilkan ide yang bagus. Menurutnya, kunci untuk berpikir lebih kreatif adalah memastikan agar seseorang bisa memiliki waktu santai yang memungkinkan pikirannya  untuk melayang.

Saat bosan, Anda menggunakan otak untuk mengingat kembali kenangan yang lama hilang untuk menghubungkan ide-ide. Kemampuan untuk mengakses pengetahuan, ingatan, pengalaman, dan imajinasi inilah yang membantu kita untuk mendapat momen "eureka" saat kita tidak mengharapkannya, menurut Amy Fries, penulis Daydreams at Work: Wake Up Your Creative Powers. Penelitian menggunakan pemindaian otak MRI telah menunjukkan bahwa hubungan antara berbagai bagian otak semakin meningkat ketika kita mengkhayal , dibandingkan dengan saat kita berpikir fokus. Menurutnya, penyelesaian terbaik untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menanam bibit masalah tersebut dalam pikiran dan terus-terusan memikirkannya lalu menyimpannya dengan keyakinan bahwa saat kita  tidur, jawaban akan masalah itu akan muncul disaat yang tidak diharapkan. Kebosanan mungkin juga membuat Anda lebih produktif. Menurut Andreas Elpidorou, seorang asisten profesor filosofi di University of Louisville, yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun meneliti topik ini, ‘kebosanan membantu memulihkan persepsi bahwa aktivitas seseorang bermakna dan penting’.Dia percaya kebosanan adalah ‘situasi yang dibutuhkan’ dan bisa membantu memotivasi kita menyelesaikan tugas-tugas.’Tanpa kebosanan, orang akan terjebak dalam situasi yang tidak mengenakkan, dan kehilangan banyak pengalaman yang memperkaya secara emosional, kognitif, dan sosial’ kata Elphidorou.

‘Kebosanan adalah peringatan bahwa kita tidak melakukan apa yang sebenarnya ingin kita lakukan dan sebuah 'dorongan' yang memotivasi kita untuk mengubah tujuan’. Bagi banyak orang, menemukan waktu untuk menjadi bosan tentu sulit, dan mungkin terasa sebagai cara bermalas-malasan, namun Josh Bersin, seorang pakar sumber daya manusia dan perusahaan serta pendiri konsultan Bersin by Deloitte, mengatakan bahwa ‘waktu malas-malasan’  harusnya menjadi bagian penting dalam memperoleh ide-ide baru.

Meski banyak manfaat yang bisa diperoleh dibalik kebosanan, namun tak semua kebosanan berguna dalam kehidupan kita. Kebosanan yang kronis malah memberikan dampak yang membahayakan bagi kelanjutan hidup,kehilangan tujuan dan keinginan . Perasaan ini berbahaya bagi kesehatan fisik dan mental , yang pada akhirnya bisa mempengaruhi berkurangnya usia seseorang.

Pengendalian diri dalam menghadapi dan menjalani saat yang membosankan penting dicermati agar berada dalam porsi yang pas dalam  menjaga kesehatan .apalagi kebosanan yang disebabkan oleh ketentuan yang mengharuskan kita untuk berada di rumah berbulan-bulan dalam menghindari ‘serangan’ virus covid 19 yang mematikan ,memerlukan imunitas diri agar berhasil lolos dalam seleksi alam  ini. Menurut Averill (1973) self control adalah variabel psikologis yang didalamnya mencakup tiga konsep yang berbeda mengenai kemampuan mengontrol diri (self control), yaitu kemampuan memodifikasi perilaku (behavioral control), kemampuan dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan (cognitive control), dan kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan suatu hal yang diyakininya (decisional control)(h.20).

Dengan kemampuan yang baik dalam mengontrol diri, memodifikasi perilaku,mengelola informasi dan memilih tindakan dalam menghadapi pandemi covid 19 , diharapkan kita dapat lalui masa yang membosankan  dan lolos   dalam selesksi alam ini untuk kemudian melanjutkan kehidupan ‘new normal’ atau adaptasi kebiasaan baru, dengan optimis dalam kesetimbangan baru. Protokoler kesehatan yang pada awalnya sulit dipatuhi masyarakat , diharapkan pada akhirnya akan menjadi sikap hidup dan dengan sadar kita lakukan. Kehidupan terus berlangsung, untuk dapat  menikmati dan menjalaninya dengan baik diperlukan kesehatan fisik dan mental. (FSY)