Mendidik
Pikiran dan Hati
Oleh : Febri
Satria Yazid *
pemerhati sosial
‘ educating the mind
without educating the heart is not education at all ‘ ( Aristoteles ).
Otak merupakan anugerah kehidupan dari Yang Maha Kuasa dan
sebagai wujud rasa syukur atas anugerah ini ,maka kita mesti mempergunakan otak
tersebut sesuai dengan peruntukkannya. Otak mesti penuh ,diisi dengan berbagai
informasi dari berbagai sumber agar kreativitas
bisa jalan dengan sendirinya.
Mendidik
pikiran mesti sejalan dengan mendidik hati, dan itu dimulai dari ruang lingkup
keluarga,bagaimana orangtua yang meski tidak berpendidikan tinggi mampu
menorehkan ‘tulisan’ pada ‘kertas putih kosong’ mengisi dengan menanamkan
nilai-nilai kebaikan dan kemanusian . Jika anak tidak pintar di kelas atau
berperilaku kurang baik, tentu orang tua-nya lah yang paling layak disalahkan.
Mendidik
hati, dimulai dengan memberi pemahaman tentang hakekat kehidupan. Hati itu
aqidah. Kita tidak mungkin punya keyakinan dalam aqidah jika dimulai dengan
mendidik pikiran ( logika) . Baru setelah dasar aqidah kita kuat ,karena hati
telah terdidik, Allah SWT memerintahkan
umatNya untuk menggunakan pikiran dalam segala tindakan kehidupannya. Bidang
akademis harus dikuasai , otak harus cerdas, hati harus penyayang, peduli
lingkungan dan memiliki empati. Pendidikan Hati selain dari lingkungan keluarga,
juga diperoleh dari pengajar, melalui penghargaan dengan memberikan contoh tentang nilai
komitmen dengan cara datang tepat waktu, mengapresiasi setiap pencapaian yang
dilakukan siswa meskipun pencapaiannya masih jauh dibawah nilai mutu.
Memberikan nilai-nilai tentang pentingnya kejujuran dengan menindak tegas dan
memberi sangsi tegas saat anak didiknya berlaku curang , karena kelak perilaku
curang akan membuat anak didik tumbuh kelak menjadi manusia yang tanpa
rasa bersalah ketika menikung temannya, melakukan sogok
menyogok, dan tindak korupsi.
Menyeimbangkan
pendidikan hati ( Iman dan taqwa ) dengan pendidikan pikiran
( ilmu pengetahuan
dan teknologi ) sangatlah penting agar kedua unsur ini dapat bersinergi dengan
baik dan maksimal diberikan oleh orang
tua kepada anaknya dan pengajar kepada anak didiknya. bahwa manusia dianjurkan
untuk melintasi bumi dan langit, dan melakukan itu manusia harus memiliki
kekuatan, baik kekuatan keilmuan (Iptek)
maupun kekuatan keimanan (Imtaq) sungguh jelas maksudnya bahwa kedua komponen
ini tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan demi mencapai kesejahteraan
manusia dunia dan akhirat.
‘Imtaq' ( hasil dari
pendidikan hati ) dan 'Iptek’ ( hasil pendidikan pikiran ), dua
akronim yang memperkaya khasanah bahasa Indonesia kontemporer, merupakan istilah
yang pertama kali disampaikan oleh almarhum Prof Dr BJ Habibie. Prinsip yang
dibalut dalam kedua singkatan tersebut, hingga kini menjadi ideologi Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Alm Prof Dr BJ Habibie tidak hanya
mencetuskan tentang istilah ‘ imtaq dan iptek ‘ tetapi merupakan sosok yang
telah mewujudkan kedua pendidikan ini dalam kehidupannya, yang dapat diteladani
oleh generasi milineal bangsa kita saat ini dalam menghadapi kehidupan dunia
yang kian tanpa batas karena kian
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di awal tahun 2020 Perdana
Menteri Malaysia Dr Mahatir Muhammad menyampaikan ide sistim pendidikan ,mengkaji
perubahan agar kelak anak didik menjadi
anak-anak yang produktif, religius, menguasai sains dan teknologi. Nelson
Mandela mengatakan pendidikan adalah senjata ampuh yang bisa digunakan untuk
mengubah dunia. Jepang menyadari hal tersebut dan agar dapat turut serta dalam
mengubah dunia , Jepang menyadari pentingnya pengajar ( guru ) bagi kebangkitan
suatu bangsa ( setelah Hirosima dan Nagasaki dibom ) dengan melakukan kebijakan
menempatkan profesi guru sebagai profesi yang dihargai tinggi oleh pemerintah
dalam system penggajian.
Indonesia tentu perlu
melakukan terobosan seperti yang saat ini sedang dipersiapkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim,melalui kebijakan baru . Semoga dengan
kebijkan baru , anak didik yang mempunyai kemampuan akademis baik akan berlomba-lomba
memilih kuliah di Perguruan Tinggi yang berorientasi mencetak mereka sebagai pendidik hati dan pendidik
pikiran yang berkualitas (FSY)